Kabar24.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat mengaku belum menerima surat Presiden Joko Widodo terkait revisi UU KPK.
Ketua Badan Legislatif, Supratman Andi Agtas, saat dihubungi Bisnis, Jumat (19/2/2016) mengatakan tidak tahu soal surat tersebut.
“Waduh, saya gak tahu itu Supres sudah menyampaikan apa, belum, mungkin ke pimpinan DPR,” tuturnya.
“Yang pasti sampai saat ini kami (DPR) belum tahu,” tambahnya kemudian.
Seperti halnya Supratman, Arsul Sani yang merupakan anggota Baleg pun mengatakan hal serupa.
“Saya belum tahu, dan hari ini gak ada pimpinan di DPR. Saya gak bisa nge-cek, itu harus dicek di kesekjenan karena surat masuk dari situ,” tuturnya saat dihubungi terpisah.
Dia menambahkan, “ Dan rasanya menurut saya tidak mungkin karena prosedurnya harus paripurna disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR lalu DPR kirim surat ke Presiden agar kemudian menunjuk menteri dalam pembahasan selanjutnya,” terang politisi PPP tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan bahwa hingga hari ini pimpinam DPR belum menerima surat Presiden terkati revisi UU KPK tersebut.
“Belum. Saya belum terima surat itu. Tapi surpres itu seharusnya datang apabila suatu UU itu sudah akan dilaksanakan pengerjaannya. Ini kan baru mau ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR. Kita ketahui bahwa RUU inisiatif DPR itu tentunya harus dilaksanakan dan dikerjakan secara betul--betul detail dan melibatkan seluruh stakeholder yang ada,” ujar politisi Partai Demokrat tersebut.
Aher—sapaan akrab Agus Hermanto—juga mengatakan mayoritas masyarakat pun tidak menyetujui revisi UU lembaga antirasuah itu.
“Kita tahu RUU KPK stakeholder-nya banyak termasuk masyarakat luas. Demokrat sudah tanyakan ke masyarakat luas, mereka mayoritas belum setuju. Sehingga, menurut Demokrat, kalau dilaksanakan RUU KPK, itu harus menguatkan KPK. Empat poin itu justru melemahkan. Makanya kami belum setuju revisi UU KPK,” tambahnya.
Aher juga mengatakan, seharusnya prosedur pengeluaran supres UU adalah setelah UU tersebut resmi menjadi undang-undang inisiatif DPR.
“Ya, betul. Surpres keluar apabila sudah resmi jadi usul inisiatif DPR. Nanti dalam pembahasannya, itu pemerintah ada mengutus menkumham dan lain--lain untuk melaksanakan pekerjaannya itu,” tukas Aher.
Senada dengan Agus Hermanto, politisi Gerindra yang juga wakil ketua DPR, Fadli Zon, mengatakan bahwa hingga hari ini, Jumat (19/2/2016), para pimpinan DPR belum menerima supres ataupun ampres (amanat presiden) dari Istana.
Tidak hanya pimpinan, kesekjenan DPR juga mengaku belum menerima surat masuk dari Istana.
“Belum mbak, hari ini belum ada surat masuk dari istana,” ujar salah seorang anggota kesekjenan--yang tidak ingin disebut namanya—saat didatangi oleh Bisnis.
Sebelumnya, Luhut Panjaitan, Menko Politik, Hukum dan Keamanan mengonfirmasi bahwa ampres atau surat presiden (surpres) sudah diteken Presiden dan telah dikirim ke DPR untuk segera dibahas.
Selain tax amnesty, kata Luhut, Presiden juga telah menandatangani surpres mengenai revisi UU KPK dan RUU Terorisme.
“Surpres saya enggak tahu tanggalnya berapa, tapi sudah Presiden katakan tadi. Kami harapnya begitu [Maret rampung],” katanya.