Kabar24.com, JAKARTA -- Selama dua pekan ini Ketua DPR Setya Novanto melalui kuasa hukumnya melaporkan sejumlah pihak yang dianggap merugikannya dalam kasus papa minta saham ke Bareskrim Polri. Mereka yang dilaporkan mulai dari menteri ESDM Sudirman Said hingga petinggi redaksi media massa.
Jumat (11/12), secara resmi Bareskrim menerima laporan pengacara Firman Wijaya yang mewakili Novanto mengenai tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik, pelanggaran Undang-undang Informasi Transaksi Elekrtonik dan atau berita bohong yang dilakukan Sudirman Said.
Dalam surat bernomor LP/1385/XII/2015 tertanggal 11 Desember 2015, selain Sudirman tertulis nama Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin sebagai terlapor.
Firman menganggap pencatutan nama Presiden serta Wapres dan permintaan saham yang dialamatkan ke Novanto merupakan tuduhan palsu.
Atas laporannya itu, dia juga meminta pihak yang tengah menangani alat bukti rekaman kasus papa minta saham itu menghormati proses di Bareskrim Polri tak terkecuali Mahkamah Kehormatan Dewan.
"Apa yang dituduhkan dengan menggunakan sarana tidak benar tidak memiliki nilai legal.Bukan penegak hukum, tapi dibawa ke sana-ke sini [rekaman]," katanya.
Senin (14/12) giliran Aga Khan, kuasa hukum Novanto lainnya mempolisikan Sudirman dengan dugaan pemalsuan bukti rekaman yang dilaporkan ke MKD.
"Telah melaporkan dugaan tindak pidana manipulasi informasi elektronik dengan tujuan agar dokumen elektronik tersebut dianggap seolah olah data tersebut otentik," katanya.
Laporan itu pun diterima Bareskrim dengan nomor surat LP/1391/XII/2015/Bareskrim 14 Desember 2015.
Sudirman dipolisikan terkait UU ITE. Aga mengungkapkan pada persidangan MKD ada tiga bukti rekaman yaitu telepon genggam serta dua rekaman yang sudah dipindahkan ke flashdisk.
Menurutnya dalam UU ITE jelas disebutkan bahwa alat bukti berbentuk elektronik harus diuji keasliannya.
Dengan demikian polisi dalam konteks ini perlu membuktikan kebenaran rekaman yang disalin Sudirman.
"Kita kan tidak tahu rekaman itu asli atau enggak. Seolah olah alat bukti itu dianggap paling otentik. Jadi sekarang sedang kita uji keabsahannya," katanya.
Di hari yang sama, pengacara Razman Arif Nasution melaporkan Pemimpin Redaksi Metro TV Putra Nababan ke Bareskrim Polri atas tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah. Putra Nababan dituduh mencemarkan nama baik dan memfitnah Novanto melalui jalur elektronik.
Menurut Razman, di sela-sela pemberitaan persidangan kode etik Novanto di MKD, stasiun TV itu menghubungkan Novanto dengan pembelian pesawat amphibi Jepang.
Razman sendiri tak membantah Novanto sempat bertemu Perdana Menteri Jepang, tapi menampik jika kliennya melobi pembelian pesawat.
Laporan Novanto resmi diterima Bareskrim dengan Tanda Bukti Lapor Nomor TBL/886/XII/2015/Bareskrim.
Laporan-laporan tersebut tentu akan diuji Bareskrim Polri terlebih dahulu terkait unsur pidananya.
Di lain pihak, hal itu menjadi ujian bagi Polri karena pada saat yang sama mereka juga didesak mengusut kasus papa minta saham.
Polri sebagai polisi negara pastinya tahu bagaimana mereka harus bergerak.
Hingga kini Polri belum turun tangan mengusut kasus pencatutan nama presiden dan permintaan saham itu lantaran masih menunggu keputusan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan etik Novanto.
Meski belum bergerak, Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti pernah menyebut rekaman papa minta saham terindikasi pemufakatan jahat yang masuk dalam ranah pidana khusus.
Untuk diketahui, kasus ini diselidiki Kejaksaan Agung. Sejumlah pihak sudah dimintai keterangan di antaranya Sudirman dan Presdir Freeport Maroef Sjamsoeddin.
"Kalau itu [rekaman] pemufakatan jahat," kata Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/12).
Perkembangan selanjutnya, komentar Kapolri lebih maju. Selepas meninjaui pelaksanaan pilkada melalui video conference di Mabes Polri, 9 Desember, Kapolri mengakui pihaknya tengah meneliti dugaan pidana umum atas kasus yang mengundang kemarahan Presiden Joko Widodo itu.
"Kami juga sedang meneliti kemungkinan ada tindak pidana umum," katanya.
Saat ini Kejagung terus bergerak menyelidiki dugaan pemufakatan jahat dalam pertemuan itu.
Barang bukti berupa rekaman percakapan sudah di tangan jaksa, kendati sempat akan dipinjam MKD tapi tidak diperkenankan sang pemilik Maroef.
Hari ini, Rabu (15/14), MKD dijadwalkan membacakan keputusan sidang. Sayangnya, publik tak bisa mengikuti secara langsung sidang yang berlangsung tertutup.
Sementara itu, kejutan muncul saat pimpinan DPR menonaktifkan Akbar Faizal dari MKD.
Di luar di dinamika yang terjadi di sidang MKD, publik tetap menantikan apa yang akan dilakukan Korps Bhayangkara ini.
Tak berlebihan, jika di tengah pesimisme publik akan tegaknya etik di rumah para wakil rakyat itu, langkah polisi negara menjadi hal yang dinanti-nanti.
Mari kita tunggu.