Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Patdono Suwignjo mengatakan bahwa perubahan status untuk lebih memberikan penekanan bahwa Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan mendampingi perguruan tinggi bermasalah tersebut agar menjadi perguruan tinggi yang sehat.
"Perubahan istilah itu agar tidak menimbulkan konotasi negatif dimata masyarakat," ungkap Patdono dalam konferensi pers di Gedung Dikti, Jakarta, Rabu (25/11/2015).
Kedepan, Kemenristekdikti akan terus melakukan pendampingan bagi perguruan tinggi yang dinyatakan bermasalah.
Sebelumnya, Aptisi menilai tindakan penonaktifan perguruan tinggi swasta oleh Kemenristekdikti dianggap semena-mena dan telah menimbulkan konsekuensi yang amat berat bagi perguruan tinggi swasta tersebut.
"Dampak dari penonaktifan itu sangat besar. Tidak hanya dihentikan berbagai layanan oleh Kemenristek Dikti namun memberikan stigma yang buruk pada masyarakat dan berimbas dari perguruan tinggi swasta yang bukan abal-abal," ujar Ketua Aptisi Edy Suandi Hamid beberapa waktu lalu.
Seharusnya, kata Edy, Kemenristek Dikti melakukan tindakan tersebut secara hati-hati karena pada kenyataanya tidak semua perguruan tinggi swasta (PTS) melanggar aturan atau tidak memenuhi ketentuan menurut UU No.12 tahun 2012.
"Di antara PTS yang di nonaktifkan tersebut masih ada yang berstatus terakreditasi dan masih memenuhi UU No.12 tahun 2012. Tapi penetapan nonaktif yang telah dipublikasikan meninmbulkan dampak negatif terhadap PTS tersebut dan meresahkan mahasiswa," pungkasnya.