Kabar24.com, KOLOMBO -- Seorang remaja dideportasi dari Sri Lanka terkait kasus ledakan kapal yang membawa Presiden Maladewa sepulang menjalankan ibadah haji.
Sri Lanka memulangkan seorang remaja warga Maladewa, Senin, yang dicari dalam penyelidikan terkait ledakan di speed boat yang membawa Presiden Maladewa Abdulla Yameen, kata pejabat pemerintah dan komisi tinggi.
Deportasi itu dilakukan setelah Badan Penyelidikan Federal AS (FBI) mengatakan tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa ledakan pada 28 September itu disebabkan oleh sebuah bom.
Presiden Yameen, 56, tidak terluka dalam ledakan di speed boat kepresidenan yang akan berlabuh di ibu kota, Male, sekembalinya dari menunaikan ibadah haji di Mekah, Arab Saudi. Namun istri dan dua pembantunya cidera.
Petugas imigrasi Sri Lanka memulangkan seorang warga Maladewa berumur 18 tahun, namun menolak merinci lebih jauh.
"Atas permintaan Komisi Tinggi Maladewa, satu tim penyelidikan (imigrasi) menahan warga Maladewa dan memulangkannya dengan penerbangan hari ini setelah membatalkan visanya," kata Lakshan Zoysa, jurubicara kantor imigrasi kepada Reuters.
Seorang pejabat komisi tersebut mengatakan remaja yang ditahan itu merupakan satu dari delapan orang yang dicari terkait ledakan itu. Polisi Maladewa pada Sabtu menahan tujuh orang.
"Ia adalah seorang yang aktif di media sosial dan pendukung berat wakil presiden yang ditahan," kata pejabat tersebut seperti ditulis Antara, Senin (2/11/2015).
Wakil Presiden Maladewa Ahmed Adheeb ditahan pada Oktober terkait ledakan itu, Namun, ia membantah telah melakukan kesalahan. Menteri Pertahanan Moosa Ali Jaleel dipecat pada pertengahan Oktober.
Pemerintah Maladewa sebelumnya mengatakan ledakan itu kemungkinan disebabkan oleh kesalahan mekanis, namun kemudian mengatakan bahwa ledakan itu merupakan upaya pembunuhan.
Yameen memicu unjuk rasa jalanan di Maladewa dengan langkahnya membungkam penentang politik, termasuk penahanan presiden pertama yang terpilih secara demokratis, Mohamed Nasheed, yang tahun ini divonis 13 tahun penjara atas dakwaan terorisme dan menimbulkan kemarahan masyarakat internasional.