Kabar24.com, JAKARTA -- Arsip Konferensi Asia Afrika mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai salah satu Memory of the World (MoW) pada 8 Oktober 2015.
Namun, menurut profesor ekonomi Universitas Trisakti, Tulus T.H. Tambunan mengatakan, sejak Presiden pertama Indonesia yang mencanangkan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika pada tahun 1955, kerja sama antar negara hingga saat ini masih kurang.
"Terutama bidang akademi. Selama ini tidak ada penelitian bersama antara negara-negara di Asia dan Afrika. Padahal sumber daya di Afrika sangat besar sekali," ungkapnya dalam seminar internasional Asia-Afrika di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta, Jumat (30/10/2015).
Tulus menuturkan, negara-negara di Asia khususnya Indonesia seharusnya lebih mendekatkan diri dan menambah kerjasama dengan negara-negara di Afrika yang memiliki ekologi masyrakat yang tidak jauh berbeda.
"Indonesia dan Afrika sebenernya punya banyak kesamaan. Seperti kemiskinan, walaupun di Indonesia tidak sampai kelaparan. Tapi dengan permasalahan yang sama seharusnya bisa bekerjasama dan bersama-sama menangani kemiskinan ini," tutur penulis buku Ekonomi Indonesia ini.
Tulus menjelaskan, faktor utama kurangnya kerjasama antar negara Asia dan Afrika adalah jarak yang terlampau jauh serta kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
"Kita ini bangsa Asia di jajahnya dengan orang Eropa jadi lebih dekat dengan Eropa dibandingkan dengan Afrika. Karena jarak yang jauh pula membuat kerjasama antar negara memerlukan banyak biaya," ujarnya.
Untuk itu, Direktur Center fo Industry, SME and Bussiness Competition Universitas Trisakti ini mengusulkan untuk mengadakan deklarasi bersama dengan pemerintah agar kerjasama serta menjalin keterikatan antara bangsa Asia dan Afrika semakin erat.
"Mudah-mudahan Presiden bisa mempertimbangkan poin-poin yang kita ajukan termasuk juga dukungan dan tanggapan kita atas Palestina dan Rohingya," tuturnya.
Selain itu, lanjut Tulus, menurutnya cara termudah untuk memperkenalkan budaya untuk menjalin keterikatan antar bangsa Asia dan Afrika adalah melalui kedutaan di masing-masing negara baik di Asia maupun Afrika.
"Misalnya KBRI di Afrika adakan seminar atau diskusi ekonomi untuk menghadapi perdagangan bebas. Atau kedutaan Afrika yang disini adakan pawai budaya mereka disini supaya kita tahu budaya dan makanan mereka juga," paparnya.
Seperti diketahui, Indonesia adalah salah satu pemrakarsa utama penyelenggaraan KAA yang diikuti oleh 29 negara Asia dan Afrika. Konferensi ini menjadi tonggak penting gerakan non blok dan berhasil melahirkan Dasa Sila Bandung yang berisi 10 poin penting yang menunjukan semangat negara Asia Afrika dalam menjaga perdamaian dan kerjasama dunia.
Penyelenggaraan KAA juga adalah titik kulminasi perubahan politik luar negeri Indonesia menjadi bebas aktif.