Bisnis.com, DEN HAAG - Pemerintah Belanda menyatakan rekor terbanyak pencari suaka terjadi pada September sebagaimana gelombang migran yang datang ke Eropa, terutama dari Suriah akibat perang yang masih terus berkecamuk di Timur Tengah.
"Mayoritas pencari suaka yang terdaftar mencatat rekor, yakni mencapai 8.400 pada akhir bulan lalu," demikian pernyataan yang dikeluarkan Kantor Pusat Statistik Belanda (CBS), Rabu (21/10/2015). Jumlah itu belum pernah terjadi sejak otoritas tersebut dibentuk pada 1975.
Sebagian besar --sekitar 5.200 orang-- pencari suaka yang terdaftar karena kelarikan diri dari Suriah yang diikuti Eritrea dan Irak.
Belanda dengan penduduk yang berjumlah 17 juta jiwa sebagai salah satu negara dengan penduduk terpadat di Eropa menerima 23.085 pencari suaka sejak April 2015 dan hampir terbanyak pada tahun lalu, tulis CBS.
Untuk mengatasi persoalan selama dua tahun ini, pemerintah Belanda berencana menerima 7.000 orang sebagaimana pembagian dengan negara-negara di Uni Eropa yang menjadi beban terburuk di Eropa sejak Perang Dunia II.
Politikus partai sayap kanan anti imigran Geert Wilders baru-baaru ini melihat terjadinya lonjakan para pencari suaka.
Deputi Menteri Kehakiman Belanda Klaas Dijkhoff pekan ini dalam sebuah suratnya kepada pencari suaka mengingatkan bahwa mereka akan diterima di Belanda.
Lebih dari 600.000 penduduk pendatang dan pengungsi, terutama dari Suriah, Irak, dan Afghanistan, telah melakukan pelayaran berbahaya dan jauh menuju Eropa tahun ini.
Perjalanan mereka dengan menggunakan perahu yang tidak memadai dari Turki menuju Yunani telah mengakibatkan 3.000 orang tewas atau hilang.
Tujuan utama mereka adalah Jerman sebagai negara dengan sistem perekonomian yang maju dengan harapan pemerintah setempat bisa menerima satu juta pengungsi pada tahun ini.
Belanda Kewalahan Hadapi Ledakan Pencari Suaka
Pemerintah Belanda pada Rabu menyatakan bahwa rekor terbanyak pencari suaka terjadi pada September sebagaimana gelombang migran yang datang ke Eropa, terutama dari Suriah akibat perang yang masih terus berkecamuk di Timur Tengah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
51 menit yang lalu