Kabar24.com, JAKARTA -- Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM), Hafid Abbas, mengatakan bahwa sertifikasi uji kompetensi guru (UKG) di Indonesia belum berjalan optimal.
Menurutnya, UKG belum signifikan meningkatkan kinerja guru, dan pendidikan di Indonesia.
"Isu terpenting pendidikan di Tanah Air adalah guru. Karena guru yang menjadi ujung tombak. Saya belum melihat hasil UKG yang baik signifikan dengan peningkatan kualitas pendidikan juga," ungkap Hafid di Jakarta, Senin (28/9/2015).
Dia menilai, banyak kesalahan pemerintah dalam menangani garda terdepan pendidikan Indonesia. Penanganan yang fatal, kata Hafid, adalah pada sertifikasi.
Sertifikasi guru Indonesia tidak berorientasi kelas dan kegiatan belajar mengajar. Hafid membandingkan, program sertifikasi bagi guru Filipina ditujukan bagi mereka yang berhasil meningkatkan kualitas pendidikan di kelas, bukan hanya sekedar mengerjakan ujian kompetensi lalu dapat sertifikat.
"Model yang dilakukan di Indonesia dalam sertifikasi dan portofolio hanya formalitas semata," ujarnya.
Diperburuk
Kondisi ini diperburuk dengan pergeseran fungsi Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK). Lembaga yang seharusnya bisa mencetak guru profesional, menjadi tidak fokus lagi menjalankan fungsinya.
"Sejak LPTK menjadi universitas, ada prioritas lain yang dijalankan untuk membina pendidikan non keguruan," ujarnya.
Sebagai upaya memperbaiki kualitas dan kompetensi guru Indonesia, pemerintah pun menggelar Uji Kompetensi Guru (UKG).
Pada November 2015, pemerintah akan menggelar uji kompetensi dan diwajibkan untuk diikuti semua guru di Indonesia.
Hasil UKG nantinya akan menjadi acuan program pelatihan lanjutan yang harus dijalani para guru. Kelompok guru dengan nilai UKG rendah harus menjalani lebih banyak pelatihan ketimbang para guru yang mendapat nilai tinggi pada UKG.