Kabar24.com, JAKARTA -- Juru Bicara Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Besar Pol. Adi Deriyan Jayamarta mengatakan progress kasus dugaan korupsi cetak sawah Kementerian BUMN sejauh ini masih tahap penghitungan kerugian negara.
"Koordinasi dengan BPK untuk penghitungan kerugian negara. Penghitungan juga harus lihat secara fisik apakah pekerjaan terkait sesuai dengan kesepakatan itu ada secara fisik," katanya saat dihubungi, Selasa (22/9/2015).
Adi mengatakan luas tanah tersebut harus diukur untuk melihat kesesuaian realisasi proyek. Namun, Adi belum dapat memastikan detil soal pantauan penyidik di lapangan terkait kondisi fisik proyek yang melibatkan sejumlah perusahaan plat merah itu.
"Nah itu sekarang teman-teman sedang komunikasi dengan auditor terus bersama dengan ahli untuk memastikan cetak sawahnya," katanya.
Dalam kasus ini penyidik Direktorat Tipidkor telah menetapkan mantan Dirut PT Sang Hyang Seri Upik Wasrina Raslin sebagai tersangka. Upik ditetapkan tersangka saat dirinya menjabat Asdep PKBL BUMN merangkap tim kerja proyek pencetakan sawah.
Menurut penyidik penetapan lokasi calon lahan di Ketapang dilakukan tanpa melalui investigasi dan calon petani tidak memadai.
Dengan demikian, hasilnya tidak sesuai dengan ketentuan awal yaitu agar dapat digunakan untuk program cetak sawah.
Upik dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Penyidik juga telah menyita uang tunai Rp69 miliar lebih dari rekening PT Sang Hyang Seri. Uang tersebut merupakan sebagian uang proyek pencetakan sawah yang diperoleh dari keuntungan perusahan-perusahaan pelat merah.
Dalam proyek tersebut tujuh perusahaan BUMN yakni PGN, BNI, Pertamina, Askes, BRI, SHS, dan Hutama Karya menyisihkan sekitar 2% keuntungannya untuk proyek pencetakan sawah. Secara keseluruhan dana yang terkumpul adalah Rp360 miliar.