Bisnis.com, JAKARTA -- Pengurus pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Nurliah Nurdin mengatakan, masa depan sistem presidensial Indonesia terletak pada faktor kelembagaan Presiden dan Legislatif dalam menjawab tantangan pemerintahan dan tuntutan masyarakat.
"dapat dirunut dari kabinet pendukung program kerjanya serta departemen yang mencakup keseluruhan program pembangunan dari tingkat nasional ke tingkat pemerintahan daerah,"ujar Nurliah dalam seminar nasional kongres asosiasi ilmu politi indonesia (AIPI) di Widya Graha LIPI, Jakarta, Kamis (27/8/2015).
Menurutnya, pada kelembagaan legislatif memiliki kemampuan untuk membangun parlemen modren dimana setiap anggota dewan mampu mempertanggungjawabkan setiap keputusan yang diambil konsitutuennya.
Permasalahan sistem presidensial saat ini, kata Nurliah, merupakan realitas kelembagaan atau pada kenyataannya seperti gaya kepemimpinan presiden atau mitra legislatif.
"Pola pelembagaan sekarang masih lemah. Misalnya saja DPR yang tidak mampu mengimbangi secara administrasi pelaporan semua kegiatan DPR dalam merespon Presiden," kata Dosen Program Pascasarjana IPDN Kemendagri ini.
Parlemen di Indonesia, ujarnya, perlu membangun sebuah parlemen modern, dimana hanzard dan bill digest menjadi kebutuhan untuk mempertanggungjawabkan kepada publik setiap pilihan kebijakan yang dilakukan oleh setiap anggota dewan.
"Lembaga eksekutif setiap mengambil kebijakan harus mampu menjelaskan pilihan kebijakan yang diambil dan akuntabilitas pelaksanaannya," tuturnya.
Masalah sistem presidensial, katanya, bukan lagi terfokus pada distribusi formal kekuasaan antara legislatif dan presiden, melainkan masalah kelembagaan dan profesionalisasi Presiden.