Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Seleksi Capim KPK: Calon Internal Tegas Tolak Remisi Koruptor

Menjadi tidak adil kalau disamakan dengan pencuri ayam yang nilainya hanya Rp50.000-60.000. Jadi, korupsi, narkoba, terorisme seharusnya tidak diberi remisi karena kejahatannya sangat luar biasa.
Calon pimpinan KPK Johan Budi SP saat mengikuti wawancara terbuka di hadapan Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK, Jakarta, Selasa (25/8)./Antara-Yudhi Mahatma
Calon pimpinan KPK Johan Budi SP saat mengikuti wawancara terbuka di hadapan Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK, Jakarta, Selasa (25/8)./Antara-Yudhi Mahatma

Kabar24.com, JAKARTA--Calon internal Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan penolakan terhadap pemberian remisi atau pemotongan masa hukuman kepada terpidana kasus koruptor.

Dalam wawancara terbuka yang digelar oleh Panitia Seleksi Capim KPK, Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang menyebabkan dampak yang luar biasa juga.

"Menjadi tidak adil kalau disamakan dengan pencuri ayam yang nilainya hanya Rp50.000-60.000. Jadi, korupsi, narkoba, terorisme seharusnya tidak diberi remisi karena kejahatannya sangat luar biasa," tegas Johan di Gedung Sekretariat Negara, Selasa (25/8/2015).

Johan juga membantah bahwa jaksa KPK tidak memperhitungkan remisi saat mengajukan tuntutan hukum kepada koruptor. Menurutnya, setiap tuntutan didasarkan pada pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Seolah-olah jaksa tidak menuntut maksimal. Jaksa itu menuntut terdakwa sesuai pasal. Semangatnya menuntut maksimal," ujarnya.

Sementara itu, capim KPK Jimly Asshiddiqie mengusulkan pembentukan sistem tanggung jawab berdasarkan struktur jabatan untuk mencegah korupsi.

"Kalau menteri, harus tanggung jawab jangan sampai eselon I korupsi, eselon I tanggung jawab eselon II, dan terus ke bawah," tuturnya.

Meskipun atasan tersebut tidak terlibat dalam tindak pidana korupsi, tetapi apabila ada bawahannya yang terjerat korupsi, atasannya harus dipecat atau mengundurkan diri.

"Kalau kita ciptakan mekanisme seperti itu, saya percaya pencegahan korupsi lebih efektif," ujar Jimly.

Mekanisme etik yang memungkinkan pejabat dipecat, lanjutnya, lebih memberikan efek jera. Bahkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menyebut bahwa orang lebih takut dipecat dari pekerjaannya daripada takut masuk penjara.

"Di penjara remisinya banyak, setahun dua kali. Tetapi kalau mekanisme pemberhentian kita efektifkan sistem etika akan punya dampak kepada beban hukum. Apalagi sekarang ini hukum kita sudah terlalu berat bebannya," pungkas Jimly.

Mekanisme dan sistem tersebut, rencananya akan dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang Etika Penyelenggara Negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ana Noviani
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper