Kabar24.com, JAKARTA-- Insiden yang terjadi di Tolikara, Papua, Jumat (17/7/2015), meninggalkan beragam versi.
SIMAK: KERUSUHAN TOLIKARA: Orang Papua Sangat Moderat & Toleran
Seorang jemaah yang melaksanakan salat Idul Fitri di Markas Komando Rayon Militer (Makoramil) 1702-11, Karubaga, Nurmin, 32, menceritakan kembali pengalamannya saat itu.
BACA JUGA: PENGACARA SUAP HAKIM: KPK Panggil Gubernur Sumatera Utara
Pada Jumat pagi, Nurmin berjalan dari rumahnya yang terletak sekitar lima meter dari markas Koramil menuju lapangan Koramil untuk melaksanakan salat Ied. Ada ratusan umat muslim yang sudah berkumpul di lapangan markas Koramil. Salat Ied pun dimulai.
SIMAK: Mensos Prihatin Kondisi RSUD Tolikara
Ketika rakaat pertama takbir kelima, Nurmin mendengar ada suara lantang yang diteriakkan sejumlah orang.
SIMAK: KERUSUHAN TOLIKARA: 3 Kemajuan Penanganan Insiden
"Tidak ada yang namanya ibadah gini, harus berhenti!” kata Nurmin menirukan suara yang didengarnya, Selasa (21/7/2015).
BACA JUGA: KERUSUHAN TOLIKARA: Isi Surat Edaran Pemicu Kerusuhan
Mendengar teriakan tersebut, jemaah kehilangan konsentrasi ibadah. Tiba-tiba kondisi mulai memanas, karena saling lempar batu antara orang-orang yang berteriak dan jemaah salat Ied. Tak lama kemudian terdengar suara tembakan dari aparat.
“Semua berlari ketakutan,” ujarnya.
Ricuh
Keadaan mulai ricuh. Nurmin melihat beberapa orang melempar batu ke arahnya, sejumlah kios dan rumah warga di sekitar markas Koramil terbakar. Nurmin dan beberapa jemaah salat Id lantas masuk ke dalam kantor Koramil.
"Kami berkumpul di situ, takut kena batu,” ujarnya.
Nurmin mengaku rumahnya ikut terbakar.
“Saya tidak tahu siapa yang membakar rumah saya karena banyak orang saat itu,” ujar Nurmin.
Nurmin heran karena selama ini umat muslim dapat melaksanakan ibadah dengan baik.
“Tahun kemarin aman-aman saja,” ujarnya.
Dia mengaku tidak tahu apa yang membuat kerusuhan tersebut terjadi.
Keterangan dari Nurmin ini sejalan dengan kronologi yang disampaikan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (komnas HAM) Natalius Pigai. Sehari setelah kejadian, atau pada Sabtu (18/7/2015), Komnas HAM langsung mengeluarkan hasil analisis sementara kerusuhan di Karubuga, Tolikara, Papua.
Pigai menjelaskan, jemaat Gereja Injili di Indonesia (GIDI) marah dan memprotes polisi yang berjaga di sekitar lapangan markas Koramil.
"Mereka protes karena sudah memberi imbauan, kemudian polisi balik menembak warga," kata Pigai.
Rentetan
Rentetan tembakan polisi melukai sebelas orang, dan mengakibatkan satu orang meninggal. Kondisi semakin ricuh karena sejumlah kios, rumah, dan tempat ibadah dibakar.
"Masyarakat melampiaskan kemarahan ke arah tempat ibadah. Kalau polisi tidak menembaki warga, pasti reaksi mereka berbeda," kata Pigai.
Dia menyayangkan sikap aparat yang arogan. Menurut dia, polisi di Papua terbiasa menangani kerusuhan dengan cara kekerasan.
Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengakui polisi yang menjaga pelaksanaan salat Ied sempat mengeluarkan tembakan peringatan. Namun, massa mengamuk hingga menyebabkan puluhan kios dan sebuah tempat ibadah di sekitar lapangan markas Koramil habis terbakar.