Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ICW: Sanksi Non Palu Tak Cukup Bagi Hakim Praperadilan Budi Gunawan

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi sanksi non palu yang dijatuhkan Komisi Yudisial kepada hakim Sarpin Rizaldi.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi/Antara
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi/Antara

Kabar24.com, JAKARTA-- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi sanksi yang dijatuhkan Komisi Yudisial kepada hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, berupa non palu selama 6 bulan, karena dugaan pelanggaran kode etik seorang hakim yang telah mengabulkan permohonan praperadilan Wakapolri, Komjen Pol Budi Gunawan.

Menurut Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho, sanski non palu selama 6 bulan adalah sanksi yang ringan atas pelanggaran etik hakim yang telah dilakukan Sarpin Rizaldi. Menurut Emerson, sanksi yang tepat untuk Sarpin adalah dicabut statusnya sebagai hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Soal nonpalu 6 bulan masih ringan. Harusnya Sarpin dicabut statusnya jadi hakim," tutur Emerson di Jakarta, Selasa (30/6/2015).

Kendati demikian, Emerson berharap sanksi yang telah dijatuhkan KY kepada Sarpin berupa nonpalu selama 6 bulan, dapat menjadi pelajaran bagi hakim yang lain, agar lebih berhati-hati dalam mengambil putusan praperadilan, sehingga ke depan tidak ada lagi hakim yang diberi sanksi nonpalu.

"Harapannya ini menjadi pelajaran bagi hakim-hakim lain untuk berhati-hati dalam mengambil putusan. Sebaiknya MA menindaklajuti rekomendasi dari KY," tukasnya.

Sebelumnya, hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, dijatuhkan sanksi skorsing non palu selama 6 bulan oleh pihak Komisi Yudisial, karena dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukannya pada saat mengadili kasus praperadilan yang dilakukan Wakapolri Komjen Pol Budi Gunawan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atas penetapan statusnya sebagai tersangka.

Pasalnya, ada beberapa prinsip seorang hakim yang dilanggar Sarpin Rizaldi, seperti tidak teliti dalam mengutip keterangan ahli yang pada akhirnya dijadikan pertimbangan untuk memutus. Sehingga apa yang disampaikan ahli bertentangan dengan yang dimuat hakim dalam putusannya dan tidak teliti dalam menuliskan identitas ahli, dengan menyebut Prof Sidharta sebagai ahli hukum pidana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper