Kabar24.com, JAKARTA -- Kasus dugaan korupsi dan pencucian uang penjualan kondensat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Migas dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang terjadi pada kurung 2009-2010 dinilai sarat intervensi penguasa saat itu.
Marwan Batubara, pengamat energi dari Indonesia Resources Studies (IRESS), menyatakan laporan kasus dugaan korupsi itu sempat berada di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun tak kunjung ditindaklanjuti. Dia menilai lambannya penanganan kasus lantaran ada intervensi penguasa pada ketika itu.
Pasalnya, menurut Marwan, dalam fakta persidangan M. Nazaruddin, bekas bendahara demokrat, disebut ada uang sebesar US$1 juta yang mengalir ke pengurus partai terkait proyek PT TPPI. "Angka yang besar itu tapi kenapa tidak ditindaklanjut oleh KPK pada saat itu," katanya kepada Bisnis, Jumat (8/5/2015).
Dalam fakta persidangan tersebut, kata Marwan, sudah sangat jelas ada uang mengalir ke salah satu pengurus partai ihwal proyek PT TPPI. Selain itu, pihaknya juga melihat sebagian uang hasil pembelian kondensat oleh PT TPPI dari SKK Migas tidak dibayarkan. Tetapi, SKK Migas -- saat itu BP Migas-- tak mengambil tindakan atas hal tersebut.
"Kenapa bisa dibiarkan oleh BP Migas, kalau memang tidak ada intervensi tidak mungkin," katanya.
Tak hanya itu, kata Marwan, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) juga membuat laporan investigatif terkait PT TPPI dalam penjualan kondensat. Menurut dia, seharusnya pada saat itu pemerintah dapat memerintahkan Kejaksaan Agung atau Polri untk menindaklanjuti.
Kini kasus tersebut tengah ditangani oleh Bareskrim Polri. Karena itu, Pihaknya pun berharap Polri dapat segera menemukan aliran dana dalam proyek penjualan kondensat yang merugikan negara tersebut. "Siapa saja yang terlibat, karena kasus ini tidak berdiri sendiri," katanya.