Bisnis.com, JAKARTA— Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri masih menyembunyikan identitas tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang penjualan kondensat yang melibatkan SKK migas dan PT Trans Pacific Petrochemichal Indotama (TPPI).
Hingga saat ini, Kabareskrim Komjen Pol. Budi Waseso belum mengungkap siapa tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara dengan nilai tafsiran sebesar Rp2 triliun.
“Belum ada. Sabar,” katanya di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Rabu (6/5/2015).
Buwas sapaan akrab Budi Waseso hanya mengatakan, saat ini kasus itu dalam tahap penyidikan.
“Kami sudah tingkatkan menjadi penyidikan. Tidak mungkin kami bisa mengeluarkan surat perintah penggeledahan dua kantor kalau statusnya belum penyidikan.”
Buwas berjanji akan mengungkap kasus tersebut secepatnya. Saat ini, Bareskrim masih mendalami dokumen dan surat-surat yang disita dari penggeledahan kantor SKK Migas dan TPPI pada Selasa (5/5/2015).
“Kita tunggu saja perkembangannya,” katanya.
Keterangan yang beredar di internal Mabes Polri, penggeledahan kantor perusahaan dan lembaga negara itu berawal dari penetapan tersangka berinisial HD yang dikenal dekat dengan petinggi partai politik (parpol).
Namun sekali lagi, Buwas menampik penetapan tersangka dengan inisial itu. “Jangan berandai-andai.”
Atas munculnya inisal HD, Buwas meminta tidak mengaitkan kasus dugaan korupsi dan pencucuian uang ini dengan politik.
“Kasus ini murni penegakan hukum. Jadi jangan dikaitkan dengan ranah politik atau kepentingan partai politik lainnya.”
Namun demikian, pendiri PT TPPI Hashim Djojohadikusumo mengklarifikasi isu yang beredar itu. Dalam pernyataan tertulis, Hashim, adik kandung Prabowo Subianto, membantah terlibat dalam kasus itu.
Pernyataan Tertulis
Dalam pernyataan tertulis yang telah diklarifikasi itu, Hashim mengaku mendirikan TPPI pada 1995 bersama dengan Njoo Kok Kiong alias Al Njoo dan Honggo Wendratno, dengan komposisi saham: Hashim Djojohadikusumo dengan saham 50% di TPPI, sisanya dimiliki oleh Al Njoo dan Honggo Wendratmo, mantan Direktur Bank Century yang sekarang berubah nama menjadi Bank Mutiara.
“Pada 1998 saya menyerahkan seluruh saham milik saya di TPPI kepada BPPN untuk menyelesaikan utang piutang grup Tirtamas, sebagai pemilik, kepada para pihak yang sebagian besar adalah BUMN dan institusi keuangan negara,” tulisnya, Rabu (6/5/2015).
Setelah penyerahan seluruh saham di TPPI, Hashim mengaku sama sekali tak lagi mencampuri urusan TPPI.
“Bahkan pada 2002, saat TPPI direstrukturisasi oleh BPPN, tanpa melibatkan saya maupun Al Njoo.”
Sejak 2004 dan restrukturisasi TPPI yang dilakukan oleh BPPN, Hashim tidak lagi menjadi pemegang saham, komisaris, anggota direksi ataupun kuasa hukum dari TPPI.
“Sehingga, saya tidak terkait dengan segala kebijakan, keputusan, maupun transaksi yang dilakukan oleh TPPI, termasuk kasus penjualan kondensat yang terjadi pada 2008—2011.”