Bisnis.com, JAKARTA—Jaksa Agung Prasetyo minta pengacara terpidana mati yang akan dieksekusi memberikan penjelasan bahwa tidak ada lagi proses hukum yang dapat ditempuh setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak permohonan grasi.
Usai menemui Presiden Jokowi, Prasetyo mengatakan permohonan grasi kepada Presiden menunjukan para terpidana telah mengakui seluruh kesalahannya, dan menerima putusan pengadilan. Pasalnya, grasi tersebut diajukan untuk memohon ampun dan keringanan hukuman yang telah diterimanya.
“Dengan grasi itu mereka mengaku salah, menerima putusan dan memiinta ampun. Semenjak itu seharusnya tidak ada upaya hukum lain yang harus dilakukan,” katanya di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Seperti diketahui, Sergei Areski Atlaoui mengajukan gugatan terhadap Keputusan Presiden (Keppres) No. 35/G tahun 2015 ke Pengadilan tata Usaha Negara. Keppres tersebut berisi penolakan permohonan grasi yang diajukan Sergei.
Prasetyo menuturkan langkah hukum yang dilakukan para terpidana mati hanya untuk mengulur waktu. Pasalnya, seluruh terpidana telah melalui seluruh tahapan peradilan, sebelum Kejaksaan Agung memutuskan untuk segera mengeksekusinya.
"Mestinya mereka bisa memberikan pencerahan. Saat ada permintaan untuk menempuh upaya hukum lain, katakan tidak ada lagi yang bisa dilakukan, karena grasinya sudah ditolak," ujarnya.
Seharusnya Sergei masuk ke dalam 10 terpidana mati yang akan dieksekusi dalam waktu dekat. Proses hukum yang diajukan Sergei membuat Kejaksaan hanya akan mengeksekusi sembilan terpidana mati.
Kesembilan terpidana mati yang akan dieksekusi tersebut adalah Mary Jane Fiesta Veloso warga negara Filipina yang kedapatan menyelundupkan 2,6 kilogram heroin, Myuran Sukumaran warga Negara Australia yang membawa 8,2 kilogram heroin.
Kemudian Zainal Abidin warga negara Indonesia yang tersandung kasus ganja, Martin Anderson warga negara Ghana yang terlibat perdagangan 50 gram heroin, Raheem Agbaje Salami yang menyelundupkan 5,8 kilogram heroin.
Selanjutnya Rodrigo Gularte warga negara Brasil yang terlibat penyelundupan 6 kilogram heroin, Andrew Chan yang membawa 8,2 kilogram heroin, Sylvester Obiekwe Nwolise warga negara Nigeria yang kedapatan membawa 1,2 kilogram heroin.
Terakhir, Okwudili Oyatanze warga negara Nigeria yang terlibat perdagangan 1,5 kilogram heroin.