Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Komentar Tiga Tokoh Agama Soal Diskriminasi

Tiga tokoh agama, yakni KHM Luqman Hakim PhD (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama ANZ), Pdt Ellia Maggang (Kristen), dan Romo Amatus Budiharto (Katholik), menilai agama itu tidak mengenal diskriminasi kepada disabilitas.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di istana kepresidenan, Rabu (25/2/2015)./JIBI-Akhirul Anwar
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di istana kepresidenan, Rabu (25/2/2015)./JIBI-Akhirul Anwar

Bisnis.com, JAKARTA -  Tiga tokoh agama, yakni KHM Luqman Hakim PhD (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama ANZ), Pdt Ellia Maggang (Kristen), dan Romo Amatus Budiharto (Katholik), menilai agama itu tidak mengenal diskriminasi kepada disabilitas.

"Dalam al-Quran surat Abasa ayat 1-16, Allah menegur Nabi Muhammad karena mengacuhkan dan memalingkan wajahnya dari Abdullah bin Ummu Maktum, penyandang tuna netra, yang hendak mendapatkan pengajaran Islam dari Nabi," kata KHM Luqman Hakim dalam diskusi antar-iman di Flinders University Adelaide, Australia, Kamis petang.

Dalam siaran pers --Jumat (3/4/2015)-- yang diterima  dari Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) cabang Flinders, PPIA cabang South Australia, dan PCI NU ANZ, sang kiai yang juga seniman kaligrafi dan pengampu majalah Cahaya Sufi serta Sufinews.com itu menegaskan bahwa Islam tidak mengenal dosa turunan.

"Jadi, kalangan disabilitas itu juga sesama manusia yang harus dihormati. Kalau ada pandangan keagamaan yang menganggap disabilitas sebagai penanggung dosa, kutukan, pandangan semacam itu sudah bercampur legenda atau mitos-mitos. Bukan dari ajaran Allah," katanya.

Topik disabilitas yang disinggung dalam diskusi yang membahas upaya damai di tengah perbedaan iman itu menyeruak ketika aktivis dan akademisi disabilitas Jaka Anom Ahmad Yusuf Tanukusuma menyinggung banyaknya pemuka agama yang cenderung memandang disabilitas sebagai kalangan yang patut mendapat diskriminasi.

Bahkan, fakta diskriminasi terhadap perempuan disabilitas juga dibeberkan aktivis dari Komnas Perempuan, Siti Maesaroh, yang sedang menempuh master bidang studi disabilitas (Flinders University).

Aktivis perempuan itu menguraikan masih diberlakukannya UU Perkawinan 1974 yang didasarkan pada nilai-nilai agama memberikan peluang diskriminasi, karena salah satu pasalnya menyebutkan seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya yang "cacat" atau sakit fisik yang tidak bisa disembuhkan.

Merespons persoalan itu, Romo Budi menyatakan isu disabilitas sebagai tantangan sejarah umat yang tidak terlepas dari konteks sosial. Menurut hematnya, disabilitas sebagai kutukan Tuhan adalah pandangan yang hidup dalam sejarah umat di masa lalu.

"Bagi orang-orang Katholik sekarang ini tidak bisa lagi berlindung dalam Perjanjian Lama yang masih punya tendensi menyingkirkan disabilitas, karena ada spirit yang lebih substansial bahwa Yesus datang untuk menyapa orang-orang yang dipinggirkan, disingkirkan," katanya.

Sementara itu, Pendeta Ellia Maggang yang sedang menempuh master bidang teologi di Flinders University mentransformasikan Trinitas sebagai perbedaan yang bersatu dalam relasi kasih. "Dari sana ada prinsip Yesus bahwa melalui penyandang disabilitas kemuliaan Tuhan terpancar," katanya.

Merobohkan Kakbah Terkait perbedaan beragama dan berkeyakinan, KHM Luqman Hakim menyatakan mencederai perbedaan sama artinya dengan merobohkan Kakbah.

"Umat Islam yang melakukan kekerasan karena menentang perbedaan bukan saja mengingkari Piagam Madinah yang menjunjung tinggi perbedaan keyakinan, tetapi juga berarti merobohkan Kakbah," katanya.

Kiai Luqman menyebut alasan dirinya menyamakan dengan merobohkan Kakbah yakni di depan kesucian Kakbah, Nabi Muhammad berpidato kepada seluruh penduduk Makkah yang tidak hanya terdiri dari umat Islam bahwa semuanya adalah keluarga Tuhan.

"Maka, konsekuensi dari prinsip pidato Nabi adalah apabila terjadi perusakan dan perobohan gereja yang dilakukan kelompok yang mengaku beragama Islam, maka wajib bagi umat Islam untuk kembali mendirikan gereja," katanya.

Mewakili Katholik, Romo Budi mendorong agar iman menjadi praksis dalam interaksi sosial supaya tercipta damai dalam perbedaan.

Sementara itu, Pendeta Ellia Maggang yang berasal dari Kupang NTT menyayangkan manifestasi dari semangat Bhinneka Tunggal Ika yang sekadar menekankan kesatuan.

"Filosofi dari semboyan Bangsa Indonesia ini lebih diarahkan kepada penyeragaman. Akibatnya perbedaan yang menjadi fakta Indonesia banyak mendapat persoalan," katanya.

Untuk itu, prinsip Trinitas dalam kekristenan meniscayakan kesatuan sekaligus perbedaan. Ketiganya bersifat setara dan terhubung dengan kasih. "Trinitas adalah perbedaan yang bersatu dalam relasi kasih," katanya.

Dalam kesempatan itu, Ketua PCI NU Adelaide, Tufel Musyadad, mewakili panitia diskusi antar-iman menuturkan kehadiran Kiai Luqman Hakim di Adelaide merupakan rangkaian dari safari sufi sang kiai yang dilakukan dengan berbagai diskusi, mengaji, dan bedah buku.

"Sebelumnya diadakan di Melbourne dan Canberra. Tujuan dari safari Kiai Luqman itu sejalan dengan semangat PCI NU ANZ untuk membumikan Islam di Australia. Tidak bermaksud memaksa orang Australia masuk Islam, tetapi lebih untuk menghidupkan Islam agar ramah terhadap perbedaan," kata Tufel.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper