Bisnis.com, BELITUNG - Setelah menunggu lima tahun akhirnya hari ini, Sabtu (14/3) Museum Kata yang didirikan Andrea Hirata diresmikan oleh Menteri Pariwisata RI.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menyempatkan diri datang untuk meresmikan Museum Kata yang berlokasi di desa kelahiran Andrea Hirata, Gantong, Belitung Timur.
Menurut Andrea Hirata, diriny a selama lima tahun merasa kesulitan meyakinkan otoritas mengenai konsep museum sastra ini.
"Namun, Alhamdulillah setelah lima tahun kini menjadi tujuan wisata utama di Belitung Timur," jelasnya.
Penulis tetralogi Laskar Pelangi ini merasa senang dengan respon Arief Yahya yang langsung mengiyakan ketika Andrea meminta mantan bos Telkom ini meresmikan museumnya.
"Peresmian ini tidak resmi hanya seremonial, hanya ngopi. Beliau bersedia tanda tangan, saya sudah bisikin dia," kata Andrea di sebelum acara, Sabtu (14/3).
Dari pendirian museum ini, Andrea mengemukakan misi besarnya yakni pendidikan, serta menjadikan Belitung Timur sebagai daerah percontohan literary, cultural and educational tourism.
Andrea menjelaskan film Laskar Pelangi yang digarap Mira Lesmana menjadi motor mengapa museum ini bisa terkenal hingga keluar Belitung.
"Karena terhitung lima juta penonton termasuk yang di luar negeri akhirnya ingin tahu."
Oleh sebab itu, Andrea menegaskan kesuksesan museum ini di mata publik merupakan bukti kekuatan film sebagai pengerak pariwisata tanpa pemerintah mengeluarkan sepeserpun uang.
Museum Kata ini tidak menjual tiket karena semua dibiayai dari royalti buku Andrea Hirata.
Bertandang ke museum ini pengunjung dapat melihat berbagai koleksi dari film, lukisan dan buku terjemahan Laskar Pelangi dari berbagai bahasa.
Di area belakang museum, Andrea juga membangun sekolah gratis. Bahkan, museum ini memiliki ruangan yang menampung 150 karya dari berbagai 70 negara.
Selain itu museum dalam bangunan rumah kayu dengan konsep unik ini memiliki ruangan membaca dan menulis.
Namun, Andrea mengeluhkan banyak pengunjung yang datang untuk berfoto padahal dia berharap pengunjung datang untuk membaca.
"Kalau orang Indonesia datang ke sini umumnya berfoto bukan membaca, jadi kita tulis di depan literary museum artinya orang datang membaca tetapi perlu waktu untuk itu," jelasnya.