Bisnis.com, JAKARTA – Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya angkat bicara soal kisruh calon Kapolri. Lewat akun Twitter-nya @SBYudhoyono, SBY hanya berkicau singkat agar mendengarkan suara rakyat.
“Mari kita selamatkan Negara, Presiden dan Polri. Dengarkan suara rakyat. *SBY*” Begitu kicauan SBY pada Jumat (16/1/2015).
Ini komentar pertama kali dari mantan presiden itu sejak Komjen Pol. Budi Gunawan diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada DPR (Jumat 9/1/2015) untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. Sebelum dilakukan pengujian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komjen BG sebagai tersangka pada Selasa (12/1/2015).
Namun, Presiden Jokowi tidak menarik pencalonan Komjen Pol. Budi Gunawan sebagai Kapolri yang akhirnya terus dibahas. Akhirnya pada Rabu (13/1/2015), DPR menyetujui Komjen sebagai calon Kapolri.
Di tengah kisruh tentang penetapan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan beredar rumor melalui pesan berantai bahwa Wakapolri Badrodin Haiti segera dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Pelaksana Tugas Kapolri.
Dalam pesan yang masih harus dikonfirmasi kebenarannya, Komjen Pol. Budi Gunawan yang sudah disetujui oleh DPR untuk menjadi Kapolri batal menduduki kursi orang nomor satu di Trunojoyo.
Sampai Jumat pagi (16/1/2015) masih belum ada kepastian tentang pengangkatan Komjen Budi Gunawan yang telah disetujui DPR melalui sidang paripurna Kamis (15/1/2015).
Presiden Jokowi memang berada dalam posisi sulit terkait dengan kisruh calon Kapolri. Kepala Negara kemarin melakukan pertemuan dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun tidak ada penjelasan tentang hasil pertemuan tersebut.
Selain itu, Jokowi juga bertemu dengan beberapa petinggi partai politik pendukunnhya pada Pemilihan Presiden 2014 yakni Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh membahas tentang calon Kapolri.
Kemarin, KPK meminta Komisi Kepolisian Nasional menjelaskan alasan pemberhentian Jenderal Polisi Sutarman sebagai kepala Kepolisian Indonesia. Sutarman masih memiliki masa dinas aktif sampai Oktober ini.
"Saya menjadi anggota Kompolnas selama enam tahun, dan saat ini perlu ada yang diklarifikasi. Kita perlu tahu apa pertimbangan Kompolnas (mengapa) memberhentikan kepala Kepolisian Indonesia sekarang. Ini perlu penjelasan, ini jadi penting, jangan sampai jadi preseden buruk," kata Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/1/2015), seperti dilansir Antara.
Pernyataan itu diungkapkan Adnan, saat menerima Relawan Salam 2 Jari yang datang ke KPK untuk memberikan dukungan sekaligus meminta agar Presiden Jokowi membatalkan pencalonan Budi Gunawan menggantikan Sutarman.
Sutarman baru akan memasuki masa pensiun pada Oktober 2015, namun Presien Jokowi mengajukan Budi Gunawan sebagai pengganti Sutarman kepada DPR pada Jumat (9/1), tanpa meminta penelusuran rekam jejak kepada KPK dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
"KPK sering kali dijadikan bahan kampanye calon presiden, semua calon presiden mengatakan mendukung KPK. Jokowi menandatangani komitmen," ungkap Adnan.
Komitmen antikorupsi yang dimaksud Adnan adalah Buku Putih 8 Agenda Pemberantasan Korupsi sebagai komitmen yang ditandangani Jokowi dan Jusuf Kalla serta Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa saat datang ke KPK saat masa kampanye pemilihan presiden.
Di dalam komitemen antikorupsi itu setidaknya memuat: (1) Menolak dan melaporkan segala gratifikasi, (2) Menolak upaya pelemahan KPK, (3) Mematuhi konvensi Unit Gratifikasi, (4) Melakukan Tes Integritas Komitmen, (5) Tidak memberi ruang keluarga akses dana, (6) Tidak melakukan nepotisme dan kolusi.
"Ini tandatangan berarti terikat. Apa persepsi mengenai tanda tangan? Kalau dilanggar bisa lihat akan bagaimana pemerintahan ini," tambah Adnan.
Komisioner lain KPK, Zulkarnaen, menyatakan, kasus Budi Gunawan merupakan bentuk praktik suap dan penerimaan gratifikasi di kalangan pejabat negara.
"Rekening gendut menjadi kasus perkara suap-menyuap dan gratifikasi. Ini harus kita selesaikan secara baik tapi membutuhkan dukungan," ungkap Zulkarnaen.
KPK, menurut Zulkarnaen sedang menyatukan berbagai dokumen, surat, surat elektroni maupun keterangan ahli menjadi bukti yang kuat dan meyakinkan.
"Ini yang butuh waktu panjang. Ini tantangan cukup besar, kami perlukan untuk selesaikan kasus-kasus ini," tambah Zulkarnaen. (Bisnis.com/Antara)