Kabar24.com, PEKANBARU --Penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK memunculkan pertanyaan soal siapa yang semestinya dipilih Jokowi untuk menjadi Kapolri.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Riau (UR) DR. Erdianto Effendy, SH. MHum, menyarankan Presiden Jokowi untuk memilih perwira tinggi Polri yang paling miskin untuk dijadikan sebagai calon Kapolri.
"Sebab perwira tinggi Polri yang paling miskin dijamin lebih jujur karena standar gajinya sama," kata Erdianto di Pekanbaru, Rabu (14/1/2015).
Ia mengatakan hal itu terkait pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri namun KPK mengumumkan yang bersangkutan sebagai tersangka dalam kasus suap.
KPK mengaku telah melakukan penyelidikan selama lebih dari enam bulan terhadap kasus transaksi mencurigakan Budi Gunawan. Saat itu Budi menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier.
Erdianto mengaku masih percaya pada integritas dan objektivitas KPK, namun yang tidak habis pikir mengapa Presiden terkesan ngotot mencalonkan Budi Gunawan padahal KPK jauh hari sudah memberi signal.
Ia mengatakan Polri idealnya dipimpin perwira tinggi yang benar-benar bebas dari persoalan masa lalu dan cara memilihnya pun sebenarnya sederhana.
"Kalau ada yang lebih kaya dari pada yang lain, perlu ditelurusuri asal harta kekayaannya dan gunakan PPATK dan KPK," katanya.
Ia memandang bahwa Presiden Jokowi terkesan tidak serius dengan wacana revolusi mental yang dia gaungkan selama ini.
Sementara itu, terkait hak prerogatif Presiden Jokowi menurut Erdianto, konstitusi tidak tegas menentukan apa saja yang menjadi hak prerogatif presiden, dan soal pencalonan Kapolri bahkan harus diajukan kepada DPR RI walaupun presiden boleh mengajukan hanya satu nama.
"Artinya kalau hak prerogatif diartikan sebagai kewenangan, maka sepenuhnya pencalonan Kapolri tidak termasuk hak prerogatif," kata Erdianto yang juga Ketua Redaksi Jurnal Fakultas Hukum UR itu.