Bisnis.com, JAKARTA—Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai era otonomi saat ini menjadikan perusahaan yang beroperasi di daerah harus bisa menjaga hubungan baik dengan pemangku kepentingan lokal.
Wakil Ketua Komisi Tetap Bidang Hukum dan Advokasi Kadin Indonesia Rudi Siregar mengatakan perusahaan yang beroperasi di daerah harus arif dan bijak dalam menyikapi kondisi usaha setempat.
“Khususnya di era otonomi daerah, banyak terjadi kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum kepala daerah,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (24/12/2014).
Menurutnya, hubungan business-to-business dengan badan usaha milik daerah (BUMD) perlu dilakukan oleh perusahaan yang beroperasi di daerah.
Hal itu bertujuan mampu menambah pendapatan daerah dan menciptakan transfer teknologi ke daerah. “Ini merupakan masalah klasik bagi perusahaan yang beroperasi di daerah,” ujarnya.
Hal itu terkait dengan proyek pengadaan dan penjualan gas yang tertuang di dalam perjanjian jual-beli gas untuk pembangkit listrik (PLTG) Gili Timur dan PLTG Gresik antara PT Media Karya Sentosa (MKS) yang bekerja sama dengan PD Sumber Daya (BUMD Bangkalan) dan Pertamina EP.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tersangka mantan Bupati Bangkalan Fuad Amid Imron.
KPK terus melakukan pemanggilan beberapa nama terkait di dalam proyek pengadaan dan penjualan gas yang tertuang di dalam perjanjian jual-beli gas tersebut yang ikut menjadi saksi di dalam proyek ini.
Awalnya, rencana penyaluran gas ke PLTG Gili Timur Bangkalan diawali oleh kendala pasokan listrik di Madura, yang diketahui salah satu akibatnya adalah putusnya kabel listrik bawah laut yang tersangkut jangkar kapal pada 1998.
Sebagai tindak antisipasi atas putusnya kabel listrik pada saat itu, maka PLN merelokasi PLTG dari Gresik ke Madura/Gili Timur pada 1999. Sejak itu, PLTG Gili Timur beroperasi dengan bahan bakar solar.
Selanjutnya, pada 2009 PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) mengkaji penyaluran gas melalui pipa ke PLTG Gili Timur dalam sebuah studi internal.
Hasil studi tersebut menyimpulkan penyaluran gas ke PLTG Gili Timur menjadi tidak layak, akibat tidak ekonomis dan berisiko tinggi.
Pada waktu yang bersamaan, konstruksi Jembatan Suramadu sedang berjalan sehingga akan lebih ekonomis dan berisiko rendah apabila listrik disalurkan melalui kabel yang dipasang di Jembatan Suramadu dan gas yang dialokasikan ke PLTG Gili Timur direalokasikan seluruhnya ke PLTG Gresik.
Total kebutuhan listrik Madura adalah 120 MW, sedangkan kabel listrik Suramadu memiliki kapasitas 200 MW. Surplus pasokan sebesar 80MW tersebut melahirkan keputusan PLN pusat untuk merelokasi pasokan kembali ke Riau.
Selanjutnya, MKS dan PD Sumber Daya mengamandemen perjanjian kerja sama yang mengubah lingkup kerja sama menjadi penjualan gas MKS kepada PJB.
Sekalipun pembangunan jaringan pipa gas tidak dilanjutkan, kerja sama tetap berlangsung mengingat MKS masih menyalurkan seluruh gas kepada PJB untuk ketenagalistrikan, di samping produk LPG yang seluruhnya disalurkan kepada PT Pertamina (Persero).
Dengan demikian, aktivitas jual-beli yang dilakukan semenjak awal proyek ini dapat dikatakan murni business-to-business karena MKS merupakan penawar dengan harga tertinggi saat pengadaan jual-beli gas Pertamina dengan pihak swasta.
Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said berulang kali menyebutkan kekecewaannya terhadap kasus korupsi tersebut.
“Saya harap tidak ada lagi kejadian seperti di Bangkalan. Saya ingin mengajak semua pemimpin daerah untuk menghentikan apa yang terjadi di Bangkalan. Pemerintah daerah tidak semestinya membiarkan diri menjadi alat percaloan, justru harusnya untuk kemakmuran rakyat,” tegasnya.