Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hari HAM Internasional Momentum Kawal Realisasi Komitmen Jokowi-JK

Dalam banyak kesempatan, Presiden Joko Widodo juga acap mengatakan akan menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu secara bermartabat dan berkeadilan. Oleh karena itu, pelaksanaan atas janji tersebut menjadi ujian penting untuk menentukan keberhasilan penegakan hak asasi manusia selama pemerintahannya lima tahun mendatang.
 Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com JAKARTA - Agenda penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM yang berat, semenjak awal telah dikatakan sebagai salah satu komitmen pemerintahan Jokowi-JK. Hal ini sebagaimana terumuskan dalam Nawacita visi misi pemerintahannya.

Dalam banyak kesempatan, Presiden Joko Widodo juga acap mengatakan akan menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu secara bermartabat dan berkeadilan.

Oleh karena itu, pelaksanaan atas janji tersebut menjadi ujian penting untuk menentukan keberhasilan penegakan hak asasi manusia selama pemerintahannya lima tahun mendatang.

Mengulang komitmen tersebut, dalam peringatan hari hak asasi manusia 2014, yang berlangsung di Yogyakarta, Selasa (9/12/2014). Presiden kembali mengatakan, akan bekerja keras menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu.

Penuntasan setidaknya dilakukan dengan dua langkah, jalan rekonsiliasi yang menyeluruh, serta pembantukan Pengadilan HAM Adhoc. Selain itu, agenda yang tidak kalah penting untuk disegerakan adalah pemulihan bagi para korban, yang telah sekian lama menuntut pemenuhan hak dari negara, namun tak-kunjung mendapatkannya.

Oleh karenanya, menurut Indriaswati D. Saptaningrum, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), penting bagi presiden untuk menunjukkan langkah konkrit dari komitment tersebut sebagai wujud kerja keras yang nyata dalam setidaknya dua hal:

Pertama, presiden dapat mengambil langkah khusus untuk memastikan kinerja Jaksa Agung, guna segera menindaklanjuti keseluruhan hasil penyelidikan Komnas HAM. Saat ini, setidaknya terdapat tujuh berkas penyelidikan yang terkatung-katung di Kejaksaan Agung, yang bila dibiarkan merupakan bentuk nyata pengabaian keadilan bagi para korban.

Hal ini termasuk realisasi rekomendasi DPR periode 2004-2009, mengenai pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc untuk kasus penghilangan orang secara paksa 1997-1998. Rencana yang terukur, serta penanganan yang transparan dan akuntabel menjadi kunci keberhasilan penuntasan berbagai kasus tersebut.

Transparansi dan akuntabilitas proses penting untuk memastikan dukungan publik dalam agenda penegakan hukum kasus-kasus masa lalu. Belum lagi, secara prosedural penangan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, juga harus melibatkan peran politik DPR, oleh karenanya dukungan publik yang masif sangat dibutuhkan.

Kedua, mengambil langkah politik yang perlu untuk memenuhi kewajiban kostitusional negara, seperti dimandatkan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan pengujian UU No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Langkah politik ini dapat ditempuh dengan membentuk Komite Kepresidenan, yang secara khusus diberikan mandat pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi. Pembentukan Komite ini akan lebih efektif dan memiliki dampak nyata, yang bisa langsung dirasakan, utamanya oleh para korban.

Memaksakan pembentukan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), selain membutuhkan waktu yang relatif lama, juga seperti mengulang ‘kelambatan’ pemerintahan sebelumnya, yang tidak kunjung menemukan kata sepakat untuk segera mendorong pembahasan RUU KKR.

Selain itu, konstelasi politik di DPR yang nampak tidak terlalu menguntungkan bagi pemerintah, juga menjadi potensi ancaman yang nyata dalam pengesahan RUU KKR. Pembentukan Komite Kepresidenan menjadi pilihan yang paling rasional dan feasible untuk dijalankan.

Pembentukan Komite ini juga sekaligus memperlihatkan komitmen dan kepemimpinan yang nyata dari Presiden dalam penyelesaian kasus-kasus masa lalu.

Upaya tersebut merupakan bagian dari langkah menyelesaikan secara berkeadilan berbagai kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Proses ini menjadi landasan utama untuk merealisasikan gagasan revolusi mental yang mendasar dalam mengisi dan membangun tata kebangsaan yang lebih bermartabat dan menjunjung hak asasi manusia.

Presiden juga berjanji untuk senantiasa memegang teguh dan berjalan dalam ranah konstitusi, yang juga secara tegas memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia bagi setiap warga negara.

Bahkan, presiden memberikan perhatian khusus bagi pelaksanaan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Hal ini tentunya sejalan dengan situasi aktual hari ini, ketika intoleransi berlatar agama kecenderungannya kian meningkat.

Belum lagi semakin maraknya bentuk-bentuk pengekangan terhadap kebebasan sipil, seperti kemerdekaan berekspresi, sebagai akibat implementasi dari berbagai unda:ng-undang yang cenderung membelenggu kemerdekaan sipil. Kondisi ini diperparah dengan belum optimalnya pemahaman aparat negara terhadap kewajiban unuk menjalankan hak asasi, juga sering absennya mereka ketika suatu pelanggaran terjadi.

Bersamaan dengan peringatan hari hak asasi manusia internasional 2014, selain memberikan apresiasi atas beragam komitmen hak asasi yang dikemukakan Presiden Joko Widodo, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), juga mengingatkan pemerintah perihal perlunya secara serius untuk memerhatikan kewajiban konstitusionalnya, dan menjauhkan diri dari setiap ruang kompromi kepentingan yang sifatnya transaksional.

Konsistensi pemerintah dalam menjalankan kewajiban konstitusionalnya untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi hak asasi manusia, akan menjadi alat ukur baru yang menentukan berhasil tidaknya pemerintahan.

Wujud konsistensi ini antara lain dapat diimplementasikan dengan memastikan keberlakukan berbagai standar normatif HAM, baik yang ada di dalam UUD 1945, maupun dalam berbagai instrumen HAM yang telah diratifikasi.

Secara nyata, aksi ini dapat dilakukan dengan menugaskan Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan langkah utama mereview berbagai ketentuan perundang-undangan, yang tidak dan bahkan bertentangan dengan komitment perlindungan HAM.

Juga dengan mengambil langkah-langkah khusus menyusun rancangan undang-undang yang diperlukan untuk memastikan keberlakukan jaminan hak tersebut.

Sebagai penutup sekaligus penegasan, kepemimpinan politik yang nyata dari Presiden Joko Widodo mutlak diperlukan, guna memastikan implementasi setiap agenda HAM dalam pemerintahannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper