Bisnis.com, JAKARTA -- Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan, Senin (1/12) pukul 11.30 WIB di Bangkalan, Madura.
Fuad Amin selain dikenal sebagai Ketua DPRD Bangkalan, sebelumnya menjabat Bupati Bangkalan. Ia adalah politisi Partai Gerindra.
Fuad Amin Imran dan dua orang lainnya sudah ada di gedung KPK Jakarta sejak Selasa (2/12).
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menjelaskan kronologi penangkapan Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerima suap terkait jual-beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gilir Timur.
"Penangkapan dilakukan terhadap RF (Rauf, ajudan) sebagai messenger dari FAI (Fuad Amin Imron). Dia (Rauf) adalah perantara penerima. Penangkapan dilakukan terhadap RF sebagai perantara penerima itu dilakukan kemarin 1 Desember pukul 11.30 WIB di area parkir gedung A yang terletak di Jalan Bangka Raya Jakarta Selatan," kata Bambang.
Saat RF diamankan, petugas KPK menemukan uang senilai Rp700 juta di dalam mobil.
Demikian disampaikan Bambang terkait awal kronologi penangkatan politisi Parttai Gerindra Fuad Amin Imron yang menjabat Ketua DPRD Bangkalan, Madura, Jawa Timur itu.
"Uang itu diduga merupakan pemberian dari ADB (Antonio Bambang Djatmiko) yang akan diberikan kepada FAI melalui ajudannya yang bernama RF tadi," jelas Bambang.
Selanjutnya, KPK menangkap Antonio yang merupakan Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) sekitar 15 menit kemudian yaitu pukul 11.45 WIB.
"Penangkapan terhadap ADB direktur dari MKS 15 menit kemudian pada pukul 11.45 WIB bertempat di lobby gedung A yang terletak di Jalan Bangka Raya Jakarta Selatan," tambah Bambang.
Kemudian dilanjutkan penangkapan terhadap Kopral Satu TNI AL Darmono (DRM) pada pukul 12.15 WIB.
"Penangkapan terhadap DRM yang merupakan perantara dari pemberi di tempat lain yaitu di lobi gedung EB di Jakarta, dan pada hari ini (Selasa), tapi dini hari, pukul 01.00, FAI yang lokasi rumahnya ada di Bangakalan Madura juga ditangkap dan dibawa sekitar pukul 9.00 - 10.00 WIB ke gedung KPK," jelas Bambang.
KPK juga menyita tiga tas besar berisi uang dari tempat penangkapan Fuad.
"Sampai sekarang belum selesai dihitung uang yang ditemukan karena KPK menyita tiga tas besar," ungkap Bambang.
Bambang juga menunjukkan foto-foto petugas KPK melakukan penghitungan uang menggunakan mesin penghitung uang bersama dengan Fuad di hadapan timbunan uang pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu.
Pecahan uang tersebut diikat dengan ikatan yang berasal dari Bank Jatim, BCA dan UOB Bank.
"Jadi proses penghitungan uang yang dilakukan KPK dan disaksikan sendiri oleh pemilik uang dari tiga koper yang disita dari rumah penerima di berbagai tempat di rumah itu, misalnya di balik lukisan," tambah Bambang.
KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Tersangka lain adalah Antonio Bambang Djatmiko dan Rauf sebagai pemberi dan perantara yang dikenakan dugaan pasal 5 ayat 1 huruf a, serta pasal 5 ayat 1 huruf b serta pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan jabatan penyelenggara negara tersebut dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun.
Sebelumnya diberitakan bahwa KPK melakukan tangkap tangan pada Senin (1/12) pukul 11.30 WIB di Bangkalan, Madura terhadap tiga orang, salah satunya adalah mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin Imran. Ketiganya sudah ada di gedung KPK Jakarta sejak Selasa (2/12).
"Tapi sekarang masih dalam proses pemeriksaan, jadi kita belum bisa menyimpulkan. Saya terikat untuk tidak boleh menyampaikan secara gamblang tapi terdiri dari penyelenggara negara, swasta, dan satu TNI AL," ujar Ketua KPK Abraham Samad.
Anggota TNI AL tersebut menurut Abraham akan diserahkan ke peradilan militer.
"TNI AL ini akan kita serahkan karena dia akan tunduk pada peradilan militer tapi pangkatnya tidak terlalu tinggi, mungkin sersan, atau apalah gitu. Tapi bukan perwira," jelas Abraham.
Abraham memastikan bahwa anggota TNI tersebut berperan dalam pemberian uang.
"Ya benar, orang ini jadi salah satu orang yang punya peranan dalam proses penyimpangan, proses transaksi, dan lain-lain," ungkap Abraham.
Tapi Abraham belum bisa memastikan modus tindak pidana korupsi yang dilakukan.