Bisnis.com, JAKARTA – Percepatan pembangunan infrastruktur maupun sektor lainnya yang akan dilakukan pemerintah dengan menggenjot skema public privat partnership (PPP) harus tetap dalam kerangka konstitusional untuk kesejahteraan masyarakat.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengatakan pembangunan sektor produktif, apalagi infrastruktur –sejalan dengan tindak lanjut atas kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi – memang tidak bisa terhindarkan dari swasta asing, tapi harus selalu berada dalam kerangka kepentingan masyarakat.
“Asing harus ‘ditundukkan’ dengan semangat nasioanalisme. Kalau mau silakan, kalau tidak ya sudah. Take it or leave it,” katanya kepada Bisnis seusai menghadiri sebuah sosialiasi peraturan perundang-undangan, Selasa (18/11/2014).
Penarikan investor asing pun langsung dikebut Indonesia. Dalam rangkaian kegiatan APEC 2014 saja, sebanyak 12 nota kesepahaman antara pengusaha Indonesia dan China ditandatangani. Kerja sama itu di berbagai sektor seperti logistik, transportasi, pertambangan, energi, industri gula tebu dan kawasan industri.
Selain itu, untuk menghindari permasalahan yang timbul akibat perubahan arah kebijakan dalam negeri, pemerintah juga tengah mempersiapkan jaminan risiko politik untuk skema PPP. Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Dedy S Priatna mengatakan penjaminan tersebut nantinya aka nada dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres).
Menurutnya, dengan adanya jaminan risiko politik, nantinya semua risiko yang timbul akibat perubahan arah kebijakan yang dilakukan pemerintah – seperti kenaikan pajak, perizinan, dsb.—, secara otomatis ditanggung pemerintah.
Busyro mengungkapan selama ini masih banyak kebijakan pemerintah yang ‘telihat’ untuk kesejahteraan masyarakat tapi sebenarnyadisconnect dengan nilai-nilai ideologis dalam konstitusi. Imbasnya, muncul missed management, corruption by design, distorsi, dan disorientasi. “Itu yang terakumulasi menjadi tindakan korupsi.”