Bisnis.com, JAKARTA—PT Actavis Indonesia meminta salah satu hak paten obat milik Novartis International AG dicoret dari daftar umum paten karena dinilai tidak memiliki nilai kebaruan.
Kuasa hukum PT Actavis Indonesia Rizki Ardiansyah mengatakan gugatan tersebut mengenai pembatalan paten dengan nomor ID 0009167 berjudul "Bentuk-bentuk Dosis Oral Padatan dari Valsartan".
“Paten dari obat untuk penyakit darah tinggi tersebut tidak memiliki unsur kebaruan. Menurut kami seharusnya tidak terdaftar dan tidak diberikan sertifikat paten,” kata Rizki kepada Bisnis, Selasa (7/10/2014).
Dia menjelaskan paten tersebut diajukan pada 26 Juni 1997 dan telah diberi hak paten pada 6 November 2002 oleh Direktorat Paten Kementerian Hukum dan HAM. Otoritas paten tersebut juga diikutsertakan sebagai turut tergugat.
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang No. 14/2001 tentang Paten menjelaskan pertama, paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.
Kedua, suatu invensi mengandung langkah inventif bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik dan merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.
Ketiga, penilaian bahwa suatu invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya, sehingga harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat pengajuan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal permohonan itu diajukan dengan Hak Prioritas.
Menurutnya, paten milik perusahaan farmasi multinasional asal Swiss tersebut tidak memenuhi salah satu unsur syarat paten yakni kebaruan atau bisa dikatakan lack of novelty. Actavis mengaku sudah memiliki bukti yang kuat bahwa paten tersebut sudah pernah ditemukan, diaplikasikan, dan diperdagangkan sebelumnya di negara lain.
Namun, ketika dimintai kejelasan pihaknya masih enggan memberikan keterangan lebih lanjut terkait dengan bukti yang dimiliki. Adanya paten tersebut menyebabkan pihaknya dan beberapa perusahaan farmasi lain terhalang serta tidak bisa memperjualbelikan obat dengan paten yang sama.
Meskipun demikian, pihaknya membantah bahwa obat produksi Actavis yang menggunakan paten tersebut akan masuk ke pasar dalam negeri. “Klien kami belum akan menjual produk serupa di sini. Mereka masih melihat potensi pasarnya.”
Secara terpisah, kuasa hukum Novartis Johan Santoso mengaku kliennya siap untuk mengikuti proses persidangan tersebut. Pihaknya akan segera menyusun berkas jawaban dalam waktu dekat.
“Ini masih sidang pertama jadi belum ada tanggapan yang bisa kami berikan. Tunggu jawaban kami saja,” ujarnya kepada Bisnis.