Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengklaim pembangunan demokrasi, satu dari tiga agenda utama yang ingin dicapai dalam lima tahun masa pemerintahannya, sudah berjalan membaik.
Dalam pidato kenegaraannya yang disampaikan dalam sidang bersama DPR dan DPD RI hari ini, dia menyatakan sejak bergulirnya reformasi, demokrasi Indonesia semakin kuat. Kondisi tersebut dinilai langka dalam konteks realitas dunia saat ini yang masih penuh risiko dan tantangan akibat transisi demokrasi.
“Di berbagai belahan dunia, kita melihat berbagai contoh transisi demokrasi yang mengalami stagnasi, menjadi layu dan bahkan akhirnya runtuh. Dunia juga bertaburan dengan contoh transisi demokrasi yang kerap dirundung konflik, instabilitas dan kemunduran ekonomi,” ujarnya, Jumat (15/8/2014).
Peningkatan demokrasi tersebut, lanjutnya, tercermin dari teratur dan damainya empat kali pemilu sejak 15 tahun terakhir. Dalam 15 tahun terakhir itu pula, Indonesia telah empat kali mengalami pergantian pemerintah secara konstitusional dan damai.
Klaim SBY memang didukung dengan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2013 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu. IDI 2013 sebesar 63,68 atau naik 1,05 poin dari 2012 sebesar 62,63. Sayangnya, angka tersebut turun 3,62 dari 2009 – yang merupakan tahun awal masa jabatan KIB Jilid II sebesar 67,30.
Seperti diketahui, angka IDI merupakan indeks komposit yang disusun dari indeks tiga aspek utama, yakni kebebasan sipil (4 variabel, 10 indikator), hak-hak politik (2 variabel,7 indikator), dan lembaga demokrasi (5 variabel, 11 indikator).
Dari range indeks, tingkat demokrasi Indonesia masih tetap berada pada kategori sedang mendekati buruk dari 2009 hingga 2013. Tingkat demokrasi dikelompokkan menjadi tiga kategori yakni “baik” (indeks > 80), “sedang” (indeks 60– 80), dan “buruk” (indeks < 60).
Masih banyak hal yang masih perlu diperbaiki dalam upaya peningkatan tingkat demokrasi. Salah satunya, peran DPRD dalam proses demokrasi Indonesia yang dinilai masih sangat rendah. Kondisi ini dibuktikan dengan adanya indikator rekomendasi DPRD kepada Eksekutif pada aspek lembaga demokrasi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2013 menduduki posisi paling kronis dengan skor indeks hanya 7,36 poin. Sementara, indeks 27 indikator lainnya berada di atas 16 poin.
Beberapa waktu lalu, Tim Ahli IDI Syarif Hidayat mengatakan kondisi tersebut memang terjadi di negara yang masih memiliki karakter transisi atau prosedural demokrasi, bukan substansif. Pasalnya, karakter demokrasi seperti itu ditunjukkan dengan kebebasan sipil yang tinggi, namun miskin fungsi lembaga-lembaga demokrasi yang ada di dalam negara.
“Ciri khasnya itu partisipasi masyarakat tinggi, tapi pada saat yang sama, penyaluran hak politik tersendat dan lembaga-lembaga demokrasi kurang berfungsi,” ujar dia.
Secara variabel 2013, peran DPRD memang menunjukkan indeks terendah, yakni 35,33 atau menurun dari tahun sebelumnya sebesar 35,33.
Selain itu, indikator demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan yang hanya berada di angka 18,71 atau turun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 19,12.
Kepala BPS Suryamin juga mengatakan indikator demonstrasi yang berakhir pada kekerasan memang harus menjadi perhatian bersama karena masuk dalam kategori kronis. Pasalnya, dengan adanya aksi kekerasan, investor pun akan terpengaruh.
“Kalau hasil IDI menunjukkan banyak demo dimana-mana dan kurang kondusif, maka investor, terutama investor asing pun enggan memberikan modalnya,” ujarnya.