Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah mendatang diharap mampu melakukan rekonfigurasi hutan Jawa untuk melestarikan hutan guna memperbaiki keseimbangan ekologi Pulau Jawa dan perluasan ruang kelola rakyat untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat desa hutan.
Nurul Firmansyah, Koordinator Program Perkumpulan HuMa Indonesi mengatakan rekonfigurasi hutan Jawa harus dimulai dari perubahan paradigma dengan memaknai hutan sebagai satu kesatuan utuh, tidak hanya dilihat sebagai sumber produksi hasil hutan kayu ataupun nonkayu.
Rekonfigurasi hutan Jawa juga memerlukan perubahan paradigma pada tataran pengelolaannya, dari hanya sekadar bisnis lahan maupun pengusahaan hutan, dikembalikan menjadi pengelolaan hutan yang tidak sekadar lahan dan tidak sekadar pengusahaan.
“Proses perubahan paradigma pengelolaan hutan Jawa seharusnya juga dimulai dengan merevisi Undang-Undang Kehutanan sebagai dasar kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Rabu (25/6/2014).
Menurutnya, tata ulang terhadap persoalan tata kuasa atas lahan hutan Jawa mendesak untuk dilakukan, mengingat dalam satu dekade terakhir ini banyak terdapat konflik lahan yang telah menimbulkan korban jiwa
Pengurusan hutan Jawa ke depan harus mengubah paradigma. Dari kehutanan berbasis komoditas menjadi kehutanan sosial. Akses dan kontrol masyarakat sekitar.
Perkumpulan HuMa Indonesia (2013) mencatat, dari 72 konflik terbuka kehutanan yang terjadi di Indonesia, 41 konflik terjadi di Jawa, yang hutannya diurus oleh Perum Perhutani.
Sementara itu, dalam catatan ARuPA dan LBH Semarang, dalam satu dasawarsa terakhir ini Perum Perhutani telah menganiaya, mencederai, dan menembak setidaknya 108 warga desa di sekitar hutan yang diduga/dituduh mencuri kayu atau merusak hutan.
Dari jumlah tersebut, 34 di antaranya tewas tertembak atau dianiaya petugas keamanan hutan dan 74 orang lainnya luka-luka.
Dari 64 kasus penganiayaan dan penembakan tersebut, sebagian besar diselesaikan tanpa proses hukum.
“Negara seolah-olah absen dan tidak proaktif membantu warga Negara yang mengalami ketidakadilan dan kemiskinan kronis,” tutur wakil Koalisi Pemulihan Hutan Jawa (KPH Jawa) Ronald Ferdaus dalam kesempatan yang sama.
Menurutnya, langkah penting yang harus dilakukan menuju realisasi rekonfigurasi hutan Jawa adalah dengan merekonstruksi kebijakan mulai dari UU sampai Peraturan Pelaksana. Di ranah UU, perlu untuk mengganti UU No. 41 /tahun 1999 tentang Kehutanan dengan UU yang baru.
Penggantian ini setidaknya merevisi Pasal 6 ayat (1) terkait dengan pengklasifikasian hutan menurut fungsi konservasi, lindung dan produksi.
Di ranah Peraturan Pemerintah, perlu untuk mencabut PP No. 72 Tahun 2010 tentang Perum Perhutani, yang menjadi sumber masalah hutan Jawa.
Dengan dicabutnya PP No. 72 Tahun 2010 ini, selanjutnya kepengurusan hutan Jawa diperlakukan secara sama sebagaimana status hutan di luar Jawa selama ini. Juga tidak perlu ada lagi institusi tunggal yang mempunyai wewenang penuh atas tata kepengurusan hutan di Jawa.
“Sehingga tujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat dapat tercapai,” tukas Ronald.