Bisnis.com, BRUSSELS --Kudeta militer yang terjadi di Thailand sepertinya akan membuahkan sanksi dari dunia internasional.
Para menteri luar negeri Uni Eropa, Senin (23/6/2014) diperkirakan akan menyampaikan desakan agar kepemimpinan militer Thailand "segera" mengembalikan aturan demokratik, kata seorang diplomat EU, Kamis (19/6).
Desakan itu kemungkinan dikeluarkan pada saat para menteri kelompok negara Eropa sedang mengambil langkah awal untuk menghukum kepemimpinan kudeta.
Bulan lalu, Uni Eropa mengatakan harus ada "kerangka waktu yang jelas" bagi dilakukannya pemilihan umum baru setelah pihak militer menggulingkan pemerintahan Thailand serta menerapkan status darurat militer.
Para menteri akan "mendesak militer (Thailand) untuk segera mengembalikan pemerintahan demokratik serta menghormati hak-hak asasi manusia dan kebebasan," kata diplomat EU tersebut.
"Sudah tidak bisa lagi menganggap segala sesuatunya seperti hal yang biasa," kata diplomat itu menjelang pertemuan Senin.
Pertemuan Senin akan diikuti keseluruhan 28 menteri luar negeri Uni Eropa, berlangsung di Luksemburg.
Sesuai dengan itu, para menteri diperkirakan akan sepakat untuk menangguhkan kunjungan-kunjungan resmi mereka ke Thailand.
Selain itu, kesepakatan diperkirakan akan dicapai dalam hal bahwa tidak akan ada penandatanganan perjanjian kemitraan dan kerjasama dan bahwa negara-negara anggota akan mengkaji kembali kerja sama militer mereka dengan Bangkok.
Pertemuan itu juga akan "memberikan sinyal bahwa (tindakan) akan lebih banyak muncul" jika desakan itu tidak ditanggapi.
Pekan lalu, kepala junta militer Thailand, Jenderal Prayut Chan-O-Cha mengatakan pihak militer akan membentuk pemerintahan sementara pada September untuk mengawasi reformasi politik yang akan diikuti dengan pemilihan umum dalam waktu satu tahun.
Ia menekankan bahwa Thailand memerlukan militer yang kuat untuk membantu menjaga stabilitas negara --yang sebelumnya telah mengalami kudeta beberapa kali.