Bisnis.com, JAKARTA --Bupati Bogor Rachmat Yasin kelelahan menjalani pemeriksaan KPK, sementara sejauh ini pemeriksaan belum menyentuh masalah inti.
Pengacara Rachmat Yasin, Sugeng Teguh Santoso, menyatakan pemeriksaan terhadap kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, belum membahas substansi penyidikan.
"Klien kami sudah lelah dan pemeriksaan sudah selesai. Kami sudah bicara dengan penyidik tentang substansi penyidikan dalam posisi nanti sebagai tersangka akan dilakukan setelah surat kuasa resmi ditandatangani," kata Sugeng seusai pemeriksaan Bupati Bogor Rachmat Yasin, Jumat (9/5/2014) dini hari.
KPK sudah menetapkan Bupati Bogor Rachmat Yasin sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi tukar-menukar tanah seluas 2.754 hektar kawasan hutan di Bogor.
Sugeng mengatakan surat kuasa resmi penyidikan Bupati Bogor sebagai tersangka akan ditandatangani secara resmi pada Jumat (9/5).
"Karena ada beberapa pengacara lain yang harus disusun dalam tim advokat ini," kata Sugeng.
Sementara itu, adik Rachmat Yasin, Ade Munawarma, mengatakan pihak keluarga menyarahkan proses hukum kepada KPK.
"Soal dizalimi, dalam politik itu biasa. Tapi, saya kurang tahu pasti apakah ini perbuatan zalim sekarang atau masa depan. Yang jelas, inilah risiko seorang politikus," kata Ade Munawarma.
Rachmat Yasin disangkakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 Undang-undang No 39/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 mengenai pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Selain Rachmat Yasin, KPK juga menetapkan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Muhammad Zairin, sebagai tersangka dengan sangkaan pasal yang sama.
Sementara, pihak pemberi suap, Franciskus Xaverius Yohan Yhap, disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 mengenai pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Pasal tersebut mengenai orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dengan dendar Rp250 juta.