Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia memiliki dua arsip nasional yang dinilai unik, yakni arsip Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika (KAA) dan Gerakan Non Blok (GNB). Keduanya diusulkan bisa menjadi warisan dokumenter, atau memori dunia.
Kedua arsip tersebut dinilai memenuhi syarat menjadi Memory of the World (MoW).
"Memory ini akan diingat masyarakat internasional. Pengaruhnya cukup besar bagi Indonesia," kata Mukhlis Paeni, Dewan Pakar MoW, Selasa (26/11).
Menurutnya, kedua arsip itu dinilai unik, karena KAA yang digelar di Bandung itu adalah yang pertama dan terakhir. Tidak ada lagi KAA berikutnya, karena menjadi cikal bakal terbentuknya GNB.
Dia menuturkan suatu kebanggaan bagi negeri ini, dimana baru 10 tahun merdeka sudah bisa membuat konferensi internasional. "Dan itu mendorong negara lain untuk memerdekakan diri," ujarnya dalam talkshow Indonesia Usung Arsip KAA dan GNB sebagai Memory of the World, di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
KAA yang digelar pada 18-24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, adalah konferensi antar negara-negara Asia dan Afrika, yang dominan baru saja memperoleh kemerdekaan. Kegiatan itu diselenggarakan bersama oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India dan Pakistan. Konferensi itu dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario.
Sepuluh poin penting hasil pertemuan KAA, tertuang dalam apa yang disebut Dasasila Bandung, yang berisi tentang Pernyataan mengenai dukungan bagi kedamaian dan kerjasama dunia.
Dasasila Bandung ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru. Konferensi ini akhirnya membawa kepada terbentuknya Gerakan Nonblok pada 1961.
Mustari Irawan, Deputi Bidang Konservasi Arsip ANRI, menambahkan arsip KAA dan GNB hingga saat ini tersimpan, dirawat, dan dilestarikan, serta didayagunakan secara terus menerus. Arsip tersebut diusulkan menjadi warisan dokumenter.
"Melalui pengusulan ini, diharapkan jejak kedigjayaan diplomasi Indonesia pada masa lalu lebih mudah diakses. Juga mampu memberikan efek terhadap nilai-nilai perdamaian dunia, kemerdekaan, kebebasan, kesejahteraan umat manusia," kata Mustari.
Dia menuturkan KAA yang diinisiasi oleh pemerintah Indonesia ini, mampu menjadi inspirasi bagi negara-negara Asia dan Asia Tenggara untuk memerdekan diri. "Ini menunjukkan betapa besar pengaruh diplomasi Indonesia di mata dunia saat itu," tambahnya.
Prof. Susanto Zuhdi, Sejarawan Universitas Indonesia, mengatakan pengusulan ini menjadi penting karena mengandung nilai histori tinggi. Oleh karena itu perlu disosialisasikan dan diperbanyak, apalagi kegiatan seperti KAA tidak akan pernah ada lagi.
Dia meminta ANRI untuk mengubah cara pandang kearsipan, dengan mendigitalisasikan arsip. "Dengan begitu, orang bisa melihat arsip tanpa harus datang ke gedung arsip," ungkap Susanto.