Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengecam kericuhan yang terjadi dalam sidang putusan perkara Pilkada Provinsi Maluku pada Kamis kemarin(14/11/2013).
Menurutnya, kericuhan yang terjadi di ruang sidang MK kemarin tidak hanya merusak wibawa MK, tetapi juga merusak wibawa negara.
"Tindakan dari massa pendukung yang tidak bermoral, tidak menghargai demokrasi, tidak menghargai negara telah merusak wibawa negara," ujar Hamdan dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Jumat (15/11/2013).
Selain merusak wibawa negara, dia menegaskan bahwa aksi kericuhan tersebut juga telah merusak lambang negara. Dia menegaskan bahwa MK sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia merupakan salah satu lambang negara.
"Lambang negara itu bukan hanya istana, tetapi ada juga parlemen dan MK sebagai lambang negara," jelasnya.
Dalam menindaklanjuti permasalahan kericuhan ini, dia mengatakan telah berkoordinasi dengan aparat keamanan, seperti Mabes Polri dan Menko Polhukam, untuk mengusut kasus ini dan mencari tahu siapa oknum dibalik peristiwa kericuhan tersebut.
"Harus dicari tahu siapa dalangnya dan harus diberi hukuman setimpal."
Meskipun demikian, Ketua lembaga peradilan tertinggi negara ini tidak melarang siapapun untuk mengkritisi dan memprotes hasil keputusan MK, tetapi harus dilakukan dengan cara yang baik dan berpendidikan.
"Kalau mau mengoreksi silahkan, tapi kami sudah bekerja keras dan memiliki keyakinan kalau apa yang kami putuskan dalam setiap perkara sudah benar," paparnya.
Selain itu, dia juga mengingatkan bahwa sesuai dengan amanat yang tercantum dalam Undang-Undang, putusan MK bersifat final dan mengikat.
Seperti diketahui, sidang putusan pilkada ulang Provinsi Maluku di MK yang dilaksanakan pada Kamis (14/11/2013) berlangsung ricuh.
Massa yang diduga berasal dari pendukung pasangan Herman Adrian Koedoeboen dan Daud Sangadji sebelumnya melakukan aksi protes di luar ruang sidang. Mereka kemudian memaksa masuk dan membuat kericuhan di ruang sidang pleno MK.
Sebelum aksi kericuhan itu terjadi, Majelis Hakim telah memutuskan untuk menolak permohonan pemohon yang menginginkan adanya Pilkada ulang di provinsi Maluku. Namun, karena situasi kacau, Majelis Hakim memutuskan menunda sidang dan meninggalkan ruangan sidang.