Bisnis.com, JAKARTA- Aksi penggelapan uang negara tak kunjung tuntas. Kendati kasus korupsi yang menjerat pejabat tertinggi di negeri ini –sekelas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar- kasus korupsi tak kunjung surut. Bayangkan, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo mengatakan pihaknya telah menyampaikan 14 laporan yang mengungkap 42 temuan kepada penegak hukum karena mengandung unsur tindak pidana.
"Total nilainya sekitar Rp3,8 triliun," katanya seusai diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (11/11/2013).
Hasil pemeriksaan BPK tersebut melengkapi sejumlah temuan yang telah ada sebelumnya. BPK sejak semester pertam 2009 hingga 2013 setidaknya telah menyampaikan 425 temuan kepada aparat penegak hukum dengan total nilai Rp40,522 triliun.
Dari 452 temuan tersebut, 60 temuan telah disampaikan kepada aparat kepolisian, 200 temuan kepada kejaksaaan, 165 temuan kepada Komisi Peberantsana Korupsi.
Terdapat 282 temuan atau 66,35% yang telah ditindaklanjuti yaitu 40 dilimpahkan ke penyidik, 86 temuan dilakukan penyelidikan, 32 temuan dalam tahap penyidikan, 22 dalam proses penuntutan dan persidangan.
Sebanyak 86 temuan telah diputus dan 14 temuan telah dihentiakn penyidikannya melalui surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Jika menelusuri kasus korupsi dalam tiga tahun terakhir –2011-2013- rasanya, Indonesia perlu melakukan tindakan yang lebih tegas. Pemiskinan pelaku, rasanya bukan saja menjadi menarik untuk dicoba. Namun, harus dijadikan bagian dari hukuman.
Lihat, Transparency International kembali meluncurkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) 2011. Dalam survei yang dilakukan terhadap 183 negara di dunia tersebut, Indonesia menempati skor CPI sebesar 3,0, naik 0,2 dibanding tahun sebelumnya 2,8.
“Namun, lompatan skor Indonesia dari 2,8 pada 2010 dan 3,0 pada 2011 bukanlah pencapaian yang signifikan karena Indonesia sebelumnya telah menargetkan mendapatkan skor 5,0 dalam CPI 2014," ujar Ketua Transparency International (TI) Indonesia Natalia Subagyo
Dalam indeks tersebut Indonesia berada di peringkat ke-100 bersama 11 negara lainnya yakni Argentina, Benin, Burkina Faso, Djobouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Sao Tome & Principe, Suriname, dan Tanzania. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, skor Indonesia berada di bawah Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3), dan Thailand (3,4).
Angka korupsi di Indonesia selama 2012 menjadi perhatian dunia. Indonesia bahkan tergabung dalam 60 besar negara terkorup di dunia versi Transparansi Internasional.
Seperti dilansir laman Transparansi Internasional, Indonesia duduk di peringkat 118 dari daftar peringkat indeks persepsi korupsi 174 negara dunia. Namun, jika mengacu poin tiap negara, Indonesia duduk di posisi 56 negara terkorup.
Indeks persepsi korupsi di Indonesia mencapai poin 32. Indonesia berjarak 24 poin dari Somalia yang jadi negara terkorup. Indonesia terpaut 58 poin dari Denmark yang dinilai sebagai negara paling bersih dari korupsi 2012.
Kini, dari negara paling banyak korupsi di dunia versi terbaru 2013, dari survey yang dilakukan oleh transparency.org, sebuah badan independen dari 146 negara, tercatat data 10 besar negara yang dinyatakan sebagai negara terkorup, negara mana sajakah itu.? inilah sepuluh negara tersebut.
1. Azerbaijan
2. Bangladesh
3. Bolivia
4. kamerun
5. Indonesia
6. Irak
7. Kenya
8. Nigeria
9. Pakistan
10. Rusia.
Dari daftar di atas, negara kita berada di peringkat ke 5 negara terkorup di dunia, tapi di tingkat asia pasifik, negara kita adalah yang terkorup. berikut adalah 5 besar negara paling korup di Asia-Pasifik :
1. Indonesia
2. Kamboja
3. Vietnam
4. Filipina
5. India
Mampukah Indonesia menekan laju angka kasus korupsi pada tahun ini dan tahun-tahun berikutnya? Potensi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan berdasarkan hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat dan laporan keuangan pemerintah daerah pada Semester I tahun 2013 potensi kerugian negara Rp56,98 triliun.
Selama semester I-2013, BPK telah memeriksa 597 objek pemeriksaan yang terdiri atas 519 objek pemeriksaan keuangan, 9 objek pemeriksaan kinerja dan 69 objek Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). Dari hasil pemeriksaan tersebut potensi kerugian negara mencapai Rp56,98 triliun.
Potensi kerugian negara pada semester I-2013 lebih banyak disebabkan oleh kasus kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap perundang undangan di mana BPK menemukan sebanyak 13.969 kasus kelemahan SPI selama semester 1-2013.
Dari 13.969 kasus tersebut, 4.589 kasus senilai Rp10,74 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan. Rekomendasi BPK terhadap kasus-kasus itu adalah berupa penyerahan aset atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan.
Hadi menambahkan BPK juga menemukan kasus kelemahan SPI sebanyak 5.747 kasus, 2.854 kasus penyimpangan administrasi, 779 kasus ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan senilai Rp 46,24 triliun. Menurut dia, rekomendasi BPK atas kasus tersebut adalah perbaikan SPI dan tindakan administratif atau korektif lainnya.
"Entitas yang sudah menyerahkan aset atau penyetoran uang ke kas negara/daerah mencapai Rp372 miliar, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan nilai temuan BPK sebesar Rp 56,98 triliun makanya pengawasan dari para anggota DPR sangat penting," ujar dia.
Dalam semester I-2013, BPK juga telah memeriksa laporan keuangan Tahun 2012 yaitu Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang terdiri dari 92 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) termasuk Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (BUN) tahun 2012, 415 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) serta 6 Laporan Keuangan badan lainnya termasuk Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Selain itu BPK juga melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan badan pengusahaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas batam dan 4 LKPD tahun 2011.
Akankah data itu membuat kita yakin korupsi bakal berkurang dan akhirnya Indonesia bebas dari korupsi? Saya ingat beberapa waktu lalu, Wakil Presiden Boediono menegaskan, upaya pemberantasan korupsi masih jauh dari selesai. “Masih banyak yang harus dilakukan. Jika tidak hati-hati, keberhasilan yang dicapai bisa mudah berbalik arah,” katanya.
Diakui Wapres, Indonesia masih sangat membutuhkan para pemimpin antikorupsi di dunia politik, di birokrasi, dalam bisnis dan profesi hukum.