Bisnis.com, JAKARTA— Keragaman budaya masih belum dipahami banyak masayarakat Indonesia. Padahal multikulturalisme saat ini menjadi kebutuhan mendesak untuk menjawab tantangan masa depan, mengingat realitas bangsa yang heterogen.
“Sebagai terminologi baru, masayarakat sebaiknya paham apa dan bagaimana itu multikulturalisme,” kata Taufiqurrahman, juara pertama Lomba Karya Tulis Ilmiah dalam bentuk Esai Sosial Budaya 2013, di Jakarta, Senin (28/10/2013).
Taufiqurrahman menjelaskan hal tersebut dalam presentasinya dihadapan para juri lomba. Siswa Madrasah Aliyah Tahfidh Annuqayah, Sumenep Madura ini, dengan menampilkan tulisan berjudul Dari Pesantren Indonesia: Pengalaman Pesantren dalam Pribubumisasi Nila-nilai Multikultural untuk Membangun Kerharmonisan di Tengah Perbedaan.
Keragaman bagi bangsa Indonesia disokong Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi semboyan persatuan.
“Perbedaan tidak lagi dipahami sebagai alasan adanya permusuhan, namun dijadikan modal untuk membangun bangsa dengan spirit persatuan,” ujarnya.
Dia mengatakan keragaman suku bangsa, seni, budaya, agama, dan bahasa telah membentuk Indonesia menjadi negara dengan struktur sosial yang multikultural.
Karya tulis Taufiqurrahman ini dipilih oleh tim juri sebagai pemenang utama Lomba Karya Tulis Ilmiah dalam bentuk Esai Sosial Budaya 2013, yang diadakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Karyanya itu terpilih dari 1.387 naskah esai yang masuk ke meja panitia. Untuk itu, Taufiqurrahman memperoleh piagam penghargaan dan uang tunai sebesar Rp10 juta. Juara kedua Christ Soselisa dari SMA Negeri Siwalima, Ambon, Maluku, dengan judul esai Satu Warna, Satu Nada. Pemenang ketiga diraih oleh Anastasia dari SMA Santa Ursula Pos, Jakarta Pusat. Judul esainya adalah Bahasa Indonesia, Suryakanta Rakyat Indonesia.
Hurip Danu Ismadi, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Balitbang Kemendikbud, mengatakan lomba karya tulis esai ini baru pertama kali diselenggarakan.
“Ini perlu untuk melatih siswa dalam menulis karya ilmiah, dan bercerita tentang sebuah konsep kehidupan di sekitarnya,” ujarnya.
Tema lomba adalah Hidup Harmonis di Tengah Perbedaan. Naskah esai diharapkan mengkaji isu aktual, dan menyumbangkan perspektif untuk membangun kehidupan harmonis di tengah perbedaan dan keragaman budaya.
Lomba ini, ujarnya, berlangsung 15 Juli-15 September 2013. Dari 1.387 naskah esai yang masuk, dipilih 100 judul. Kemudian disaring lagi menjadi 12 finalis.
“Sekarang bersamaan dengan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, kita umumkan para pemenangnya. Untuk juara satu-tiga, hadiahnya uang tunai Rp10 juta, Rp9 juta, dan Rp8 juta. Harapan 1-3 mendapatkan Rp7 juta, Rp6 juta, dan Rp5 juta. Enam finalis lainnya masing-masing memperoleh Rp2,5 juta,” ujar Hurip.