Bisnis.com, JAKARTA - Akhirnya Komisaris Jenderal Pol Sutarman resmi dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Kapolri menggantikan pejabat sebelumnya Jenderal (Pol) Timur Pradopo.
Pengangkatan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67 Polri 2013 yang ditandatangani pada 24 Oktober 2013.
Pelantikan itu menjadi "pintu gerbang" bagi Komjen Pol Sutarman melakukan berbenah di tubuh Polri. Segudang "pekerjaan rumah" sudah ada di hadapan matanya.
Pekerjaan rumah itu mau tidak mau harus diselesaikan secara perlahan-lahan guna meningkatkan kembali citra kepolisian di mata masyarakat setelah sebelumnya tersudutkan dengan banyaknya permasalahan dari kasus korupsi di Korps Lantas (Korlantas) Polri yang menyeret komandannya, Irjen Pol Djoko Susilo.
Belum lagi pengungkapan aksi teror terhadap anggota kepolisian seperti penembakan terhadap Bripka Sukardi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sampai sekarang belum terungkap siapa pelaku penembakan itu.
Dua "PR" itu hanya sebagian kecil saja, dan masih banyak segudang tugas yang harus diselesaikannya. Terlebih lagi, saat ini Indonesia tengah menyongsong hajat demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2014 mendatang.
Yang jelas, pimpinan baru Polri itu, harus mampu menjaga netralitasnya dalam pemilu tersebut.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mengatakan, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi Kepala Kepolisian Republik Indonesia Komisaris Jenderal (Pol) Sutarman yang baru dilantik.
"Pertama-tama kami mengucapkan selamat kepada Pak Sutarman telah dilantik menjadi Kapolri, tetapi ada banyak tantangan besar yang sedang menunggu di depan," katanya.
Neta mengatakan, tantangan paling berat justru yang berada dalam internal Polri, yakni memberantas mafia-mafia proyek, jabatan, pendidikan serta gratifikasi.
"Intinya dalam 100 hari kepemimpinan Sutarman nanti, harus bisa melakukan pembersihan di tubuh Polri," katanya.
Dia mengatakan, tantangan lainnya yakni netralitas Sutarman dalam Pemilu 2014.
Neta berharap Sutarman bisa menciptakan netralitas dalam Pemilu 2014 karena menurut dia penentuan calon tunggal Kapolri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyiratkan pemilihan yang politis.
Karena itu, dia meminta, kepada Komisi III DPR serta masyarakat untuk mengawasi jalannya Pemilu 2014.
"Pengawasan ini yang diperlukan agar netralitas Polri terus terjaga, terutama dari Babinkamtibmas," katanya.
Sementara itu, anggota Kompolnas Hamidah Abdurrahman menantang Kapolri yang baru dilantik Komjen Pol Sutarman untuk memberlakukan lelang jabatan agar sumber daya manusia di tubuh Polri betul-betul kompeten.
"Tergantung Pak Sutarman apakah berani melelang jabatan untuk posisi-posisi strategis di jajaran kepolisian," katanya.
Hamidah mengemukakan, kalau pun tidak ada pelelangan jabatan di masing-masing tingkat satuan Kepolisian, Kapolri harus betul-betul menerapkan transparansi dan netralitas.
"Agar tidak ada lagi sistem 'eksklusivisme' dan 'koncoisme' dalam perekrutan jabatan," katanya.
Menurut dia, selama ini perekrutan jabatan di tubuh Polri masih cenderung tertutup.
"Jangan hanya istilahnya orang-orang dekat Pak Sutarman saja yang 'tertimpa durian runtuh'," katanya.
Dia berharap transparansi dan netralitas Polri terwujud dalam penganggaran, mulai dari Mabes Polri, Polda, Polres hingga Polsek.
"Saat ini kan terkesan segi tiga terbalik, anggaran yang besar hanya di Mabes Polri saja, di Polres atau di Polsek hanya mendapat 'tetesan-tetesannya' saja," katanya.
Hamidah juga mengatakan, transparansi anggaran diperlukan untuk menjamin sarana dan prasarana di setiap tingkat satuan kepolisian masing-masing yang dinilai masih kurang memadai.
Terkait penegakan hukum, dia berharap tidak ada kolusi dan diskriminasi dalam penanganan kasus.
Dia juga mengimbau agar Kapolri baru bisa menjalin kerja sama yang sinergis dengan lembaga hukum lainnya, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kejaksaan, dan lainnya.
"Agar bisa diselesaikan satu atap untuk menyelesaikan kasus bersama," katanya.
Ingatkan konsisten Anggota Komisi III DPR RI Nasir Jamil mengingatkan Komjen Pol Sutarman konsisten pada janji menuntaskan kasus-kasus hukum yang terbengkalai dan menempatkan pejabat yang tepat di jajaran Polri.
"Dua dari 10 janji yang disampaikan Pak Sutarman pada saat uji kalayakan dan kepatutan di DPR RI jika dilaksanakan secara baik, akan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga Polri," katanya.
Menurut dia, pada saat uji kelayakan dan kepatutan di DPR RI, Komjen Pol Sutarman menyampaikan 10 poin janji dalam program kerja untuk memperbaiki kinerja Polri.
Dari 10 program kerja tersebut, Nasir Jamil menilai, ada dua hal yang mendesak untuk dilaksanakan yakni menuntaskan kasus-kasus hukum yang terbengkalai dan menempatkan pejabat yang tepat di jajaran Polri.
Nasir Jamil menilai dua hal itu memiliki dampak yang terkait langsung dengan kepercayaan publik.
Ia menjelaskan, cukup banyak kasus-kasus hukum berskala besar yang ditangani Polri tapi tanpa penyelesaian, salah satunya soal adanya sinyalemen rekening gendut polisi.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menilai, pada proses penyidikan kasus-kasus hukum yang ditangani oleh penyidik kepolisian sering terjadi kurang fokus antara kasus dengan pasal yang dikenakan terhadap tersangkanya.
Nasir Jamil mengusulkan, agar Sutarman setelah menjadi Kapolri dapat meningkatkan kemampuan para anggota kepolisian yang bertugas sebagai penyidik melalui program-program pendidikan dan pelatihan sehingga bisa bekerja lebih optimal.
Ia juga mengusulkan agar nantinya Sutarman bisa menempatkan pejabat di jajaran Polri secara objektif dengan mempertimbangkan aspek kemampuan, rekam jejak yang baik, dan memiliki komitmen kuat dalam penegakan hukum, sehingga kinerja Polri dapat meningkat.
Nasir menambahkan, Sutarman menjadi Kapolri pada saat bangsa Indonesia menghadapi Pemilu Lagislatif dan Pemilu Presiden pada 2014, sehingga diharapkan dapat membawa lembaga Polri bersikap netral.
Hal tersebut, kata dia, juga disampaikan Sutarman pada saat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI, pada 17 Oktober lalu.
Menurut dia, DPR RI sangat mengharapkan Sutarman bisa bersikap netral dan membawa Polri menjadi lembaga yang netral.
"Kalau ternyata Pak Sutarman tidak netral, maka bisa saja diusulkan untuk diganti," katanya. (Antara)