Bisnis.com, NUSA DUA, Bali--Setelah gagal di KTT APEC di Vladivostok, Rusia, setahun lalu, tekad Indonesia memasukkan minyak sawit mentah (CPO) ke dalam daftar produk ramah lingkungan belum juga surut.
Tak semata mendesakkan CPO masuk ke dalam daftar, Indonesia menggunakan jurus baru dengan mengajukan kriteria agar suatu produk layak masuk daftar produk ramah lingkungan atau environmental good (EG) list.
Kriteria itu meminta agar produk ramah lingkungan mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan berkelanjutan (sustainable growth), pengurangan kemiskinan (poverty alleviation) dan pembangunan perdesaan (rural development).
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan prakarsa ini telah disepakati oleh 21 ekonomi APEC dalam pertemuan tingkat menteri (APEC Ministers Meeting/AMM), bahkan akan dimasukkan ke dalam deklarasi pemimpin APEC.
Namun, sejauh mana kesepakatan itu mampu mengamodasi produk Indonesia, termasuk CPO dan karet, masuk ke dalam EG list, berikut ini penjelasan Gita dalam sebuah wawancara di sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2013 di Nusa Dua, Bali:
Jurus apa lagi yang digunakan Indonesia untuk memuluskan sawit masuk ke dalam EG list?
Kami memperjuangkan produk-produk yang mendukung sustainable development. Kalau menurut saya, ini lebih bagus, lebih inklusif dan lebih besar, dalam arti kita membuat kerangka yang bisa menyambut aspirasi dari seluruh anggota APEC, produk apa saja yang mampu mendukung sustainable development, yang khususnya bisa mendukung dua hal: poverty alleviation dan rural development.
Ini jadinya Indonesia enggak unik di sini, tapi juga untuk negara-negara berkembang yang lain dan juga negara-negara maju yang punya kepentingan untuk menurunkan tingkat kemiskinan, untuk meningkatkan pengembangan rural dan yang punya kepentingan sustainable development.
Ini juga milestone-nya sampai 2015, sama dengan environmental good list. Kalau kerangka ini disetujui, ini akan menjadi nilai yang tinggi sekali menurut saya dalam penyelenggaraan APEC di Indonesia.
Katakanlah usulan 3 kriteria itu disepakati di tingkat leaders, apakah bisa menjamin produk kita, seperti CPO, karet, masuk ke dalam EG list tahun depan?
Iya. Setiap hektare lahan yang diberdayakan untuk CPO, itu bisa menurunkan tingkat kemiskinan, sangat bisa membantu rural development, sangat bisa dipertanggungjawabkan dari sisi sustainable development. Ini sustainable sekali. Kita kan diberkahi sinar matahari, tanah yang subur dan itu bisa panen setiap hari.
Mengenai dugaan-dugaan dari Environmental Protection Agency (Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat) yang Insyaallah bisa kita patahkan secara scientific, secara empiris. Kalau itu bisa dilakukan, kita bisa kembangkan tiga hal itu: sustainable development, penurunan tingkat kemiskinan dan rural development.
Kalaupun disepakati, kita masih harus meyakinkan ekonomi APEC bahwa CPO itu berkontribusi terhadap sustainable growth kan?
Iya. Tapi, sudah semakin banyak yang sepakat dengan kerangka ini.
Negara mana saja?
Sabar deh.
Faktanya, 49% sawit kita masih dimiliki korporasi kan. Jadi, kontribusi terhadap rural development-nya di mana?
Iya, tapi kan setiap ada perkebunan, itu ada rural development, ada poverty alleviation juga karena pembuahan lapangan kerja. Kayak yang baru kita saksikan, setiap biodiesel dikonsumsi, ada lapangan kerja yang diciptakan.
Masalah proteksi lingkungan, bagaimana itu akan di-counter?
Iya, kita punya batas sampai 2015, sama dengan environmental good list juga yang batasnya sampai 2015.
Upayanya apa?
Kalau dengan dulu, itu beda. Kalau dulu, setiap negara menyampaikan, eh, saya mau ini, tapi enggak ada mekanismenya. Kalau sekarang mekanismenya jelas. Oke, ini bisa enggak mendukung sustainable development, ini bisa enggak menurunkan tingkat kemiskinan, ini bisa enggak membantu rural development.
Kalau dulu tuh enggak ada, cuma environmental goods. Apa itu? Definisi environmental good list itu tergantung EPA, tergantung siapa, tergantung apa. Kalau ini lebih luas, lebih kental dengan development negara-negara berkembang.
Terus satu lagi yang kita golkan adalah dimasukkannya dalam deklarasi leaders istilah RICE, yaitu resilience, inclusive, connectivity dan equitable. RICE itu kan padi yang sangat kental dengan semangat-semangat development.
Jadi, penting bahwa jangan sampai APEC ini hanya dilihat sebagai liberalisasi-liberalisasi, tapi konsep mengenai keadilan. Jadinya ada keseimbangan antara negara yang maju dengan yang berkembang.
Soal kampanye hitam terhadap sawit, bagaimana akan dilawan?
Sudah. Jadi, ke depan kita akan buat pedoman kerja dengan para pengusaha untuk mereka melakukan counter campaign terhadap kampanye-kampanye yang sudah dilakukan Greenpeace kek, enggak ini kek, enggak itu kek.
Counter-nya seperti apa?
Bahwasanya gambutnya aman dari sisi emisi karbon, bahwasanya degradasi apapun yang diklaim, sangat bisa dipertanggungjawabkan. Macam-macamlah.
Tantangannya kan di AS, sedangkan hasil penyelidikan EPA sampai sekarang belum keluar, bagaimana mau dilawan?
Sekali lagi, batas waktunya kan sampai 2015. Jadi, masih aman kok.