Bisnis.com, JAKARTA- Jargon politik hingga janji-janji manis yang tertera di spanduk jalanan seolah menjadi pemandangan umum setiap hari.
Di kota-kota besar maupun pelosok, atribut kampanye seperti itu bisa ditemukan terpajang yang dinilai mengganggu pemandangan.
Padahal, hampir di setiap kota sudah memiliki aturan tersendiri perihal pemasangan iklan layanan publik sampai reklame berbau politik.
Yesmil Anwar, Sosiolog asal Universitas Padjajaran mengatakan iklan layanan politik yang digunakan para calon legislatif maupun pejabat lainnya macam wali kota, gubernur hingga presiden saat ini dinilai tidak efektif.
Masyarakat sudah jemu dengan keberadaan alat peraga yang merusak dan bahkan menjadi sampah kota tersebut.
Bukan hanya itu saja, dengan banyaknya kasus korupsi yang dilakukan para politisi, membuat rasa simpati masyarakat menjadi antipati.
"Maka wajar, jika publik sendirilah yang menurunkan kembali bahkan merusak atribut kampanye yang ditempel di sudut-sudut jalan," ujarnya kepada Bisnis.com belum lama ini.
Publik juga menilai para politisi yang hendak maju di ajang pemilu kerap tidak konsisten dengan apa yang mereka umbar saat kampanye. Ketidaksinkronan antara bentuk ucapan dan perilaku yang digembor-gemborkan para calon sudah mulai terbuka.
"Buktinya salah satu wali kota masuk penjara gara-gara korupsi. Padahal dulu janji-janjinya sangat manis," paparnya.
Namun, Yesmil melihat penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap tokoh politik tidak berimbas terhadap usaha terkait.
Sebut misalnya bisnis konveksi, meski produksi atribut yang diorder kerap menjemukan mata, tetapi para calon legislatif dan lainya itu masih percaya diri menggunakan alat peraga tradisonal.
Para calon dinilai memiliki tingkat kepuasaan yang sangat radikal jika foto dirinya dipajang dan disebar. Yesmil menambahkan, kendati banyak pihak yang risih dengan kehadiran atribut kamanye tersebut, tetapi secara psikologis, baik gambar maupun teks yang dipajang bakal melekat dihati publik.
Dia memberi contoh, ketika seseorang berada di bilik suara, dengan tingkat kebingungan siapa yang akan dipilih, maka salah satu pilihan yang diambil adalah sosok yang sering dia lihat.
"Meskipun sama sekali mereka tidak mengenal siapa calon tersebut, yang jelas efek spanduk, stiker, kaos dan baligo cukup besar," ujarnya.
Yesmil menggaris bawahi bahwa bisnis konveksi terutama menjelang pemilu, para pelaku usaha akan terus kebanjiaran order.
Sebab katanya, tak sedikit para anggota legislatif yang bermain. "Bahkan mereka sendiri yang punya bisnis konveksi itu," jelasnya. (ra)