Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kaum Waria Tuntut Persamaan Hak & Perlakuan

Bisnis.com, JAKARTA - Merlyn Sofyan, begitu dia disapa. Pada 2003, namanya mendadak jadi perbincangan media lokal dan nasional. Dia adalah satu-satunya calon Wali Kota Malang yang berstatus waria. Sayang, dia gagal maju menjadi kandidat. Alasannya

Bisnis.com, JAKARTA - Merlyn Sofyan, begitu dia disapa. Pada 2003, namanya mendadak jadi perbincangan media lokal dan nasional. Dia adalah satu-satunya calon Wali Kota Malang yang berstatus waria. Sayang, dia gagal maju menjadi kandidat. Alasannya cukup tak masuk akal, dia hanya telat 5 menit saat menyerahkan persyaratan administrasi.

Padahal, persiapan Merlyn sudah sangat matang. Tak sedikit pihak yang mendukung atas langkahnya menjadi orang nomor satu Kota Malang itu. “Namun apa boleh buat, keadaan memaksa harus seperti itu,” ujarnya kepada Bisnis.

Merlyn merasa sikap diskriminasi serupa tak hanya dialami dari segi politik. Sebagai kaum transgender, dia sadar hak asasi hidupnya tak semulus lelaki atau perempuan kebanyakan. Hak sosial lain yang sebetulnya patut dia dapatkan seolah tak berarti baginya.

“Bagi kami, sikap diskriminasi yang paling menonjol adalah hak mendapatkan pekerjaan,” ungkapnya.

Melihat ketidakadilan tersebut, pemilik nama lengkap Ario Pamungkas ini hadir menjadi garda depan sebagai aktivis pembela hak-hak kaum diskriminatif. Merlyn acapkali melayangkan protes terhadap pemerintah atas kebijakan yang kurang menyentuh kaum transgender.

Merlyn, waria kelahiran Malang 41 tahun silam ini memiliki obsesi kuat ingin menyetarakan statusnya agar bisa diterima di tengah masyarakat. Dia cukup gerah dan terusik oleh sejumlah organisasi masyarakat (ormas) mengatasnamakan Islam yang menyebut kaum waria tak berguna. Bukan hanya itu saja, perilaku pelecehan, olok-olok hingga bullying kerap mereka terima.

Stigma masyarakat menilai bahwa kehadiran waria hanya berorientasi seksual belaka atau untuk melacurkan diri. “Memang, 70% kaum waria berpraktik demikian. Tetapi yang 30% jangan digeneralisasikan melakukan hal sama,” ungkapnya.

Menurut Merlyn, banyak kegiatan positif dari kaum waria yang berguna bagi masyarakat. Dengan hadirnya sejumlah komunitas waria yang ada misalnya, cukup memberikan bukti bahwa tidak semua gerak-gerik waria patut disingkirkan.

Merlyn memberikan contoh, pihaknya memiliki kegiatan diskusi rutin per bulan. Pertemuan tersebut tak jarang membicarakan lingkungan, sosial dan ekonomi. “Bahkan kami sempat beberapa kali menjadi relawan mengajar anak-anak dalam berbagai kesempatan,” ujarnya.

Selain itu, para waria juga bisa dibilang kaum tangguh. Semangat entrepreneur mereka patut diacungi jempol. Meski dipandang sebelah mata oleh sejumlah perusahaan, kaum waria ini mampu berdiri membangun ekonomi kreatif.

Merlyn menuturkan, beberapa waria banyak yang menjadi pengusaha salon, spa hingga event organizer (EO) wedding. “Lagi-lagi kami buktikan bahwa kami ada dan bermanfaat bagi masyarakat.”

Dia berharap pemerintah sudah saatnya memberikan ruang yang layak bagi waria. Meskipun minoritas, ungkapnya, waria juga  punya hak sama sebagai warga. Menghargai satu sama lain adalah cita-cita yang diimpikannya sejak  lama.

“Kami adalah individu yang sama dengan lelaki dan perempuan. Selama tidak saling menggangu, saya rasa setiap manusia berhak mendapatkan hak hukum, pendidikan dan pekerjaan,” ujarnya.

Sandra Moniaga, Subkom Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM menuturkan pihaknya memang menerima keluhan dari kaum waria yang merasa terdiskriminasi.

Keluhan-keluhan tersebut persis yang diutarakan Merlyn Sofyan. Ada juga keluhan diskriminasi administrasi kependudukan seperti sulitnya mendapatkan kartu tanda penduduk (KTP).

Dia mengatakan kerapkali petugas yang bekerja di pemerintahan kebingungan menuliskan jenis kelamin waria. Kasus ini menjadi pukulan cukup kuat bagi waria yang ingin diakui di tengah masyarakat. Ujung-ujungnya mereka urung memiliki KTP.

Tak hanya sampai di situ, perlakuan tak menyenangkan terjadi saat proses pengurusan KTP di kantor kelurahan atau kecamatan. Petugas terkadang melihat sosok waria dengan cara berbeda.

Komnas HAM, lanjutnya, sampai saat ini baru tahap melakukan kampanye bagaimana mengajak masyarakat memposisikan secara adil terhadap waria. “Di negeri tetangga, Thailand, hak waria itu sudah bisa didapatkan dengan baik. Dari segi lapangan pekerjaan, sejumlah perusahaan sudah memberikan tempat bagi mereka,” ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Miftahul Khoer
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper