Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korupsi PLN, Mantan Dirut Netway Terancam Penjara 20 Tahun

Gani Abdul GaniBISNIS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Netway Utama, Gani Abdul Gani, tersangka korupsi pengadaan Outsourcing Roll Out-Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) PLN tahun anggaran 2004-2008 terancam

Gani Abdul Gani

BISNIS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Netway Utama, Gani Abdul Gani, tersangka korupsi pengadaan Outsourcing Roll Out-Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) PLN tahun anggaran 2004-2008 terancam hukuman pidana 20 tahun penjara.

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan surat dakwaan mengatakan mantan Dirut PLN tahun 2001-2008, Eddie Widiono Suwondho selama masa penyusunan kontrak menghubungi Fahmi Mochtar, GM PT PLN (Persero) Disjaya dan Tangerang, segera menandatangani kontrak dengan PT Netway Utama.

Fahmi Mochtar dengan Gani Abdul Gani kemudian menandatangani perjanjian kerja sama Outsourcing Roll Out CIS RISI antara PT PLN (Persero) Disjaya dan PT Netway Utama dengan jangka pelaksanaan 24 bulan tanpa persetujuan rapat umum pemegang saham.

Padahal, lanjut Jaksa, sesuai dengan anggaran dasar PT PLN tahun 1998 terhadap perjanjian kerjasama dengan badan usaha atau pihak lain yang mempunyai dampak keuangan bagi perseroan untuk jangka waktu lebih dari 1 tahun atau satu siklus usaha hanya dapat dilakukan oleh direksi setelah mendapat persetujuan dari RUPS dan persetujuan tersebut diberikan setelah mendengar pendapat dan saran dari komisaris.

Terkait pemilihan PT Netway Utama, Eddie Widiono memerintahkan Margo Santoso melalui Sunggu Aritonang untuk membuat pernyataan yang isinya seolah-olah menerangkan bahwa proses kajian terhadap proposal PT Netway Utama dan proses penunjukan langsung yang telah dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan. 

Pada perjanjian kerjasama Outsourcing Roll Out CIS RISI tersebut PT Netway Utama mendapat pembayaran secara bertahap sejak Juni 2004 sampai Mei 2006 hingga seluruhnya Rp92,27 miliar setelah dipotong pajak, padahal pembebanan biaya yang seharusnya atas pengadaan tersebut Rp46,08 miliar sehingga ada selisih Rp46,18 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper