BISNIS.COM, JAKARTA -- Masih teringat jelas dalam memori disaat Jokowi melakukan kampanye sebagai calon gubernur DKI, salah satu jualan program kerjanya adalah ‘jualan’ Kartu Jakarta Sehat (KJS).
Kartu tersebut untuk penduduk Jakarta yang tergolong miskin dan rawan miskin maupun ditujukan kepada penduduk Jakarta yang layak diberi penghargaan.
KJS dijadikan alternatif agar penduduk Jakarta tidak perlu pusing lagi memikirkan biaya rumah sakit, karena Pemprov DKI akan memberikan pelayanan gratis baik di puskesmas maupun di rumah sakit,asalkan dengan layanan kelas tiga.
Setelah terpilihnya Jokowi sebagai Gubernur Jakarta, Jokowi menepati janjinya dengan membagikan Kartu Jakarta Sehat sebanyak 1,2 juta. Anggaran yang disediakan pemerintah DKI Jakarta untuk membayar premi tersebut mencapai Rp 1,2 triliun.
Adapun premi yang dibayarkan telah ditetapkan Pemprov DKI sebesar Rp 23 ribu per orang per bulan. Harapan dengan pembayaran premi tersebut, tidak ada terdengar berita penolakan pasien yang sedang sakit karena tidak memiliki biaya berobat.
Beberapa bulan berjalan, nyatanya sistem KJS menuai beberapa masalah, seperti mundurnya beberapa rumah sakit swasta akibat besaran premi yang terlalu kecil tidak bisa menutup biaya operasional rumah sakit karena membludaknya jumlah pasien.
Selain itu, tidak semua tagihan yang timbul dibayar oleh PT Askes yang ditunjuk Pemprov DKI untuk mengurus asuransi kesehatan warga Jakarta.
Sudah seharusnya melihat kondisi pelaksanaan KJS perlu disempurnakan dengan memperbaiki sistem pembayaran biaya yang selama ini menggunakan sistem pola Case-Based Group, padahal lebih baik menggunakan perhitungan fee per servis.
Pemerintah harus segera menjamin dan menemukan formula bagi penduduk miskin dan tetap memperhatikan operasional rumah sakit agar tidak dirugikan.
Marentina S
Jalan Bumi Sawangan Indah II No.8 A
Depok, Jawa Barat