Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PUTARAN DOHA: RI Galang Dukungan Kelanjutan Agenda

BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Perdagangan masih terus berupaya menggalang dukungan negara berkembang dan maju untuk menggulirkan kembali negosiasi Putaran Doha atau Doha Development Agenda (DDA) yang sempat mengalami kebuntuan.

BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Perdagangan masih terus berupaya menggalang dukungan negara berkembang dan maju untuk menggulirkan kembali negosiasi Putaran Doha atau Doha Development Agenda (DDA) yang sempat mengalami kebuntuan.

Pasalnya, ujar Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, isu-isu yang diusung dalam negosiasi putaran Doha sangat menyambut harapan negara-negara berkembang seperti Indonesia serta negara-negara miskin dan negara maju.

"Nah dalam beberapa bulan ini, memang harus duduk bersama, negara-negara maju juga negara-negara berkembang. Mudah-mudahan ada solusi," tuturnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (8/5/2013) petang.

Dia memaparkan ada tiga isu utama yang dapat memenuhi aspirasi negara maju, negara berkembang dan negara kurang berkembang (least-developed countries/LDCs).

Pertama, trade facilitation atau fasilitas perdagangan. Ini sangat penting karena terkait komitmen negara maju untuk memberikan pengembangan kapasitas (capacity building) kepada negara berkembang dan LDCs.

Poin ini juga mencakup komitmen negara berkembang dan LDCs untuk melaksanakan kewajiban setelah memperoleh bantuan.

Kedua, lanjut Gita, adalah paket LDCs (LDCs Package) untuk mengakomodasi kepentingan negara kurang berkembang agar punya kesempatan yang adil dalam perdagangan global.

Dengan demikian, negara LDCs tersebut mampu mengembangkan perekonomiannya.

Ketiga, lanjutnya, yaitu agricultural package atau paket pertanian. Isu pertanian tersebut antara lain menyangkut usulan G33 mengenai public stockholding for food security.

"Nah paket pertanian ini yang sepertinya masih perlu kajian-kajian tambahan karena ada negara-negara berkembang, misalnya India, itu punya pandangan khusus tentang paket pertanian yang berbeda dengan pandangan negara-negara maju," ujarnya. (ra)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggi Oktarinda
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper