BISNIS.COM, JAKARTA. Mediasi antara Butet Kertaradjasa dan PT BRI Syariah terkait sengketa gadai emas belum menemukan titik temu, masing-masing bersikukuh sebagai pihak yang benar.
BRI Syariah yang diwakili kuasa hukumnya Affandi merasa tak bersalah dalam perkara gadai emas. "Dari awal penggugat sudah membaca perjanjian, dianggap sudah tahu," katanya seusai bertemu hakim mediator Amin Sutikno di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat hari ini, Rabu (10/4/2013).
Dalam mediasi itu kedua belah pihak belum dikonfrontasi di hadapan hakim mediator. Pihak BRI Syariah maupun Butet dkk. dimintai penjelasan secara terpisah.
Seniman asal Yogyakarta itu datang langsung ke pengadilan didampingi kuasa hukumnya Djoko Prabowo Saebani. Butet mengatakan dirinya pernah didekati dan ditawari menjadi duta BRI Syariah pada Oktober 2012 asal tidak meneruskan perkara ini.
Dia menolak lantaran tidak ada kejelasan dengan nasib nasabah gadai emas BRI Syariah yang mengalami nasib serupa dengannya. “Saya menyayangkan kata syariah digunakan untuk manipulasi,” katanya.
Ketika dikonfirmasi, Sekretaris Perusahaan BRI Syariah Lukita Prakarsa tidak membuat penyangkalan adanya pertemuan pada Oktober itu, meski tak mau menjelaskan isinya.
“Kami sudah lakukan berbagai tahapan dan usulan untuk menyelesaikan sengketa dengan nasabah, namun rupanya ini belum memenuhi ekspektasi Pak Butet,” katanya ketika dihubungi Bisnis.
BRI Syariah, kata Lukita, menyerahkan proses mediasi kepada hakim mediator di pengadilan untuk memperoleh hasil terbaik. Pihaknya akan menyambut baik jika antara para pihak tercapai perdamaian.
“Intinya tidak ada yang salah pada produk BRI Syariah,” kata Lukita. Dia menyakini pihaknya telah melaksanakan tindakan sesuai dengan perjanjian produk gadai emas.
Seperti diketahui, Butet bersama dengan enam nasabah gadai emas BRI Syariah lainnya mengajukan gugatan permbuatan melawan hukum kepada BRI Syariah.
Selain Butet, penggugat lainnya adalah Widodo (penggugat II), T.L Hardianto (III), Indah Sulistyowati (IV), Elsie Hartini (V), Robert Sugiarto (VI), dan Selly Kusuma (VII).
Para penggugat tersebut minta ganti rugi materil dan imateril kepada BRI Syariah sejumlah Rp47,78 miliar.
Para penggugat adalah nasabah BRI Syariah wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sejak 2010, Butet tertarik dengan promosi produk investasi berupa gadai emas syariah.
Menurut berkas gugatan, produk investasi emas itu berupa produk gadai emas syariah yang ditawarkan dengan akad pinjaman dana (qardh) dan sewa-menyewa (ijarah).
Para nasabah meneken sertifikat gadai syariah (SGS) dengan jangka waktu 120 hari. Akad itu juga dapat diperpanjang dengan membuat akad kembali terhitung sejak penandatanganan akte perjanjian.
Namun, pada awal 2012, saat Butet dkk. hendak memperpanjang akad pinjaman dana dan sewa menyewa, BRI Syariah menolaknya.
BRI Syariah malah meminta Butet dkk menjual emas yang telah dijaminkan dengan alasan adanya surat edaran Bank Indonesia No.14/7/Dpbs tentang pengawasan produk qardh beragun emas di bank syariah dan Unit Usaha Syariah.
Penggugat mengaku heran dan terkejut dengan adanya surat edaran ini. Karena pada saat ditawari produk gadai ini, BI telah mengizinkan pemasarannya kepada masyarakat dan terdapat jaminan aman dari BRI Syariah.
Butet telah menggadaikan 4,89 kg emas, sedangkan M. Widodo 2,5 kg, T.L Hardianto 4 kg, Indah Sulistyawati 9137 gram, Elsje Hartini 2 kg, Robert Sugiharto 5 kg, dan Selly Kusam Dewi sebanyak 900 gram.
Penggugat menilai tindakan BRI Syariah yang memaksa menjual emas yang dijaminkan atau opsi melunasi pinjaman pokok sangat merugikan nasabah.
Butet sendiri mengklaim kerugian yang diderita mencapai Rp1,5 miliar. Sementara itu, total kerugian enam nasabah lainnya Rp11,2 miliar.
Menurutnya, penjualan tanpa mekanisme lelang ini bertentangan dengan prinsip syariah dan prinsip kepatutan. Butet menegaskan BRI Syariah telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak memberikan informasi yang benar dan jujur perihal kondisi dan jaminan barang.
Dalam hal ini, penggugat menuduh BRI Syariah melanggar Pasal 7 dan 8 ayat 1 huruf f UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 29 ayat 4 UU No.10 tahun 1998 tentang Perbankan.