BISNIS.COM, JAKARTA--Majelis hakim akhirnya mengambil sikap atas ketidakhadiran kurator PT Metro Batavia dalam sidang gugatan wanprestasi terhadap terhadap lessor pesawat asal Singapura, CIT Aerospace Asia Pte Ltd.
“Majelis hakim akan menyatakan sikap minggu depan,” kata ketua majelis hakim Purwono Edi Santosa, Senin (25/3/2013).
Gugatan akan dicabut setelah dalam dua kali pemanggilan yang dilakukan secara patut pihak kurator tak hadir.
Sesuai dengan Pasal 28 ayat (2) UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, menyebutkan jika kurator tidak mengindahkan pemanggilan oleh majelis maka tergugat berhak memohon supaya perkara digugurkan.
“Kami sudah mengajukan permohonan agar gugatan ini digugurkan setelah Batavia dinyatakan pailit,” kata kuasa hukum CIT Aerospace, Yusfa Perdana dari kantor Makarim Taira.
Yusfa mengaku senang akhirnya majelsi hakim mengambil sikap untuk menggugurkan gugatan, sekalipun putusannya baru akan dibacakan Senin pekan depan.
Pada 5 Februari CIT Aerospace yang berada dalam posisi tergugat mengajukan permohonan agar majelis hakim mengugurkan gugatan sejalan pernyataan pailit ata Metro Batavia pada 30 Januari.
Pada sidang 18 Februari kuasa hukum Batavia hadir namun hanya menyampaikan bahwa perkara di bawah kewenangan kurator.
Kemudian majelis hakim memanggil kurator dan setelah dua relaas panggilan diterima, masing-masing oleh Reinhard Pasaribu dan Turman Panggabean. Sayangnya, kurator tak pernah muncul dalam persidangan.
Turman menyatakan tim kurator tengah sibuk mengurus rapat kreditur operator penerbangan Batavia Air itu. “Aduh kita lagi konsentrasi rapat dulu,” katanya pakan lalu.
CIT Aerospace juga ikut dalam proses kepailitan Batavia dengan tagihan mencapai US$8,27 juta, tetapi yang diakui dalam verifikasi Jumat (22/3) lalu sebesar US$1,97 juta.
Yusfa mengatakan kliennya telah mengajukan semua bukti faktur dan invoice.
Perusaahaan sewa-menyewa pesawat itu telah menarik pesawatnya sebelum Batavia diajukan pailit. Penarikan dua pesawat itulah yang semula dipermasalahkan pihak Batavia dengan mengajukan dua gugatan sekaligus.
Perkara yang terdaftar dengan nomor register 341/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Pst dan 341/Pdt.G/2012/ PN.Jkt.Pst itu menuntut ganti rugi materiil dan imateriil masing-masing US$54 juta dan US$56,2 juta. Gugatan inilah yang kemudian dicabut setelah Batavia pailit.
Menurut versi penggugat, CIT Aerospace Asia telah memaksa Metro Batavia mengembalikan pesawat A320-200 MSN 710 dengan nomor registrasi PK-YVH dan pesawat A320-200 MSN 1676 dengan nomor registrasi PK-YVF sebelum masa perjanjian berakhir.
Penarikan dua pesawat itu bukan tanpa alasan. Menurut berkas gugatan yang Bisnis peroleh, penggugat mengakui terjadi keterlambatan pembayaran yang seharusnya diterima tergugat.
Alasan penggugat, pemilik maskapai Batavia Air itu tengah melakukan “pengembangan operasional” sehingga melakukan penyesuaian beberapa prosedur dalam proses pembayaran terhadap pihak ketiga termasuk tergugat.
Pada Mei 2012, atas desakan tergugat, penggugat mengembalikan kedua pesawat yang mereka katakan “secara terpaksa menyerahkan pesawat tersebut.”
Setelah pesawat dikembalikan, menurut penggugat, pihak leassor membuat tagihan pembayaran baru di luar harga sewa pesawat yang diperjanjikan. Metro Batavia dituntut membayar US$5,5 juta dan US$4,9 juta untuk masing-masing pesawat.
Perjanjian sewa-menyewa sendiri dilakukan pada 28 November 2008 dan 21 Agustus 2009. Pada perjanjian pertama, kedua pihak sepakat dengan harga sewa US$250.000 per bulan dengan maintenance reserve kurang lebih US$175.000 per bulan.
Adapun, dalam perjanjian kedua, para pihak sepakat dengan harga sewa pesawat US$140.000 per bulan dengan maintenance reserve US$175.000 per bulan.