Kabar24.com, JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran merekomendasikan beberapa hal guna mencegah korupsi anggaran yang berkaitan dengan Pilkada 2018.
Sekjen Fitra Yenny Sucipto mengatakan dengan begitu banyaknya modus penyalahgunaan keuangan daerah yang bisa dimanfaatkan petahana guna membiayai kampanye politiknya, koalisi masyarakat sipil merekomendasikan beberapa hal guna mencegah korupsi.
“Kami meminta penyelenggara pemilihan untuk tegas mendorong calon kepala daerah baik petahana maupun bukan untuk membuka dana kampaye ke publik. Ini merupakan bentuk terobosan transparansi anggaran untuk mengurangi potensi politik uang di Pilkada,” katanya, Rabu (21/2/2018).
Fitra juga mendorong lembaga audit negara atau daerah agar tetap netral selama masa pemilihan, karena bisa jadi dimanfaatkan petahana dalam upaya melakukan rekayasa keuangan.
Fitra, lanjutnya, juga melihat bahwa penuruanan PAD dibarengi dengan peningkatan belanja tidak langsung, merupakan evaluasi yang harus dilakukan daerah dan calon kepala daerah. Jangan sampai, lanjutnya, peningkatan dana transfer pusat hannya dibelanjakan untuk belanja birokrasi sehingga porsi belanja publik dan sektor produktif tidak banyak.
“Kepala daerah ke depan tentu harus memiliki visi dalam peningkatan pendapatan daerah dan melepas ketergantungan dana transfer daerah,” tuturnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Fitra membeberkan sejumlah modus yang digunakan petahana di daerah untuk meraup uang guna memenangi pemilihan kepala daerah tahun ini.
Peneliti Fitra, Gurnadi Ridwan mengatakan berdasarkan catatan lembaganyadari 574 pasang calon kepala daerah 38% merupakan pejabat eksekutif dan legislatif. Sedangkan pejabat yang merupakan kepala atau wakil kepala daerah seperti bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, gubernur, dan wakil gubernur mencapai 19%.
“Banyaknya kepala daerah dalam pilkada tentu harus dikawal dengan baik karena berpotensi memanfaatkan jabatan, hal tersebut tentu akan mencoreng nilai demokrasi apa lagi sampai mengorbankan kepentingan publik seperti penyalahgunaan anggaran APBD untuk kepentingan pilkada,” ujarnya, Rabu (21/2/2018).
Menurutnya, ada sejumlah modus yang harus diwaspadai lembaga penegak hukum guna meminimalisasi potensi kebocoran anggaran daerah karena dapat dimanfaatkan oleh petahanana untuk meraup dana politik. Salah satu modus yang biasanya dilakukan adalah mark down pendapatan asli daerah (PAD).
Dia mengatakan, calon kepala daerah yang berasal dari pejabat publik terutama petahana berpotensi memanfaatkan APBD untuk modal pemenangan pilkada dengan menurunkan capaian PAD.
Walaupun banyak faktor yang membuat PAD menurun, menurutnya penegak hukum juga patut mengawasi daerah yang terjadi penurunan PAD menjelang tahun politik, apalagi penurunan PAD tersebut signifikan.
Berdasarkan data yang diolah Fitra, provinsi peserta pilkada rata-rata mengalami penurunan PAD hingga 7% dari total belanja pada 2017. Sedangkan berdasarka nilai penurunan, Provinsi Jawa barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah memiliki nilai terbesar rata-rata mencapai Rp7,2 miliar.