Kabar24.com, DENPASAR - Pungutan yang dilakukan komite sekolah diakui menjadi dilema terkait pemberantasan pungli di segala sektor.
Gubernur Made Mangku Pastika meminta Biro Hukum Pemprov Bali untuk mencari ketegasan ke pemerintah pusat mengenai payung hukum pungutan yang dilakukan oleh komite sekolah kepada para orang tua siswa.
Pastika saat memberikan pengarahan terkait upaya pencegahan praktik pungutan liar di Denpasar, Jumat (17/3/2017) mengakui adanya dilema jika Tim Sapu Bersih Pungutan Liar harus menangkap seseorang gara-gara persoalan pungutan oleh komite sekolah.
"Kalau kita tangkap, tetapi uang itu kan memang diperlukan untuk sekolah, sehingga ini harus cepat diambil langkah-langkah yang tepat," ujarnya.
Orang nomor satu di Pemerintah Provinsi Bali itu mencontohkan, di daerah Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, ada tiga SMA satu atap yang satu pun tidak ada guru berstatus PNS. Sehingga sudah pasti untuk menggaji para guru dan tenaga administrasinya mengandalkan pungutan yang dilakukan komite sekolah.
"Dengan begini, kalau ditangkap gara-gara pungutan kepada murid, kan masalah itu, jadi serba salah," ucap Pastika.
Baca Juga
Menurut dia, persoalan seperti itu juga masih banyak terjadi di berbagai sekolah di Bali yakni jumlah guru PNS yang minim dan bahkan tidak ada sama sekali. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab mahalnya biaya pendidikan karena gaji guru dan tenaga administrasi dibebankan pada siswa.
"Oleh karena itu, saya minta segera diinventarisasi sekolah-sekolah SMA/SMK yang seperti itu, supaya segera bisa diambil kebijakan yang tepat," katanya.
Di sisi lain, Pastika pun mengingatkan bahwa ketika ada pungutan yang tidak resmi, tidak memiliki payung hukum, itu merupakan bentuk pungutan liar.
Mantan Kapolda Bali itu menambahkan, dengan masih ditemukannya pelaku pungli dalam operasi tangkap tangan sebanyak 25 orang, merupakan pertanda bahwa Tim Sapu Bersih Pungli harus terus bekerja.
"Idealnya pungli harus dicegah. Menindak OTT juga dalam rangka pencegahan, supaya dapat menimbulkan efek jera karena urusan pungli ada interaksi antara si pemberi dan penerima," ujarnya.
Pungli, lanjut Pastika, bahkan sudah menjadi budaya dan awal-awalnya mungkin dianggap terpaksa. Sehingga ketika tidak ada pungli seolah-olah pekerjaan tidak akan berjalan.