Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan menempatkan Dwisuryo Indroyono Soesilo sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat, mengakhiri kekosongan posisi strategis ini selama dua tahun terakhir.
Wakil Ketua DPR Adies Kadir menyebut, parlemen telah menyetujui penunjukan Soesilo setelah melewati uji kelayakan tertutup. Pria 70 tahun ini dikenal sebagai mantan Menko Kemaritiman, geolog, dan pakar kebijakan laut yang berkiprah di berbagai institusi nasional dan internasional.
Soesilo tinggal menunggu pengesahan resmi Presiden Prabowo Subianto dan persetujuan dari pemerintah AS.
Kekosongan posisi dubes di Washington DC sejak Juli 2023—setelah Rosan Roeslani ditarik menjadi Wakil Menteri BUMN—menuai kritik dari mantan diplomat dan analis. Mereka menilai kevakuman ini telah melemahkan posisi Indonesia dalam percaturan global yang kian dinamis.
Penunjukan Soesilo juga menjadi bagian dari rotasi besar dalam jajaran diplomatik, mencakup 24 pos, termasuk untuk Jerman, PBB, dan Korea Utara.
Dalam susunan ini, Presiden Prabowo tampak memprioritaskan loyalitas politik dan kapasitas teknokratik dibanding latar belakang karier diplomatik konvensional.
Baca Juga
Beberapa tokoh dekat Prabowo bahkan turut diusulkan mengisi pos strategis. Seorang mantan anggota tim kampanye disebut akan ditempatkan di Malaysia, sementara mantan penasihat ditugaskan ke Singapura. Nurmala Kartini Sjahrir, adik dan penasihat senior Luhut Binsar Pandjaitan, diajukan sebagai Dubes RI untuk Jepang.
Sebaliknya, diplomat karier justru ditempatkan di negara-negara yang dianggap kurang sensitif secara politik seperti Vietnam, Jerman, dan PBB.
Analis senior Indonesia di Global Counsel LLC Dedi Dinarto menuturkan, dalam konteks Washington saat ini, yang paling penting adalah akses langsung dan pengalaman berinteraksi dengan Trump.
“Indonesia bisa tertinggal dari percakapan-percakapan kunci jika utusannya tidak mampu membaca lansekap itu," katanya.
Prabowo sejauh ini aktif memperluas jejaring internasionalnya, dari China dan Rusia hingga BRICS dan Uni Eropa. Namun dalam model pemerintahan yang terpusat pada sosok presiden, efektivitas seorang duta besar sangat tergantung pada ruang gerak yang diberikan.
Nicky D. Fahrizal, peneliti kebijakan luar negeri dari CSIS Indonesia menjelaskan, dalam pemerintahan bergaya komando seperti ini, di mana presiden memegang kendali penuh atas kebijakan luar negeri, bahkan penunjukan duta besar yang kompeten bisa menjadi tantangan.
“Bahkan duta besar yang punya rekam jejak kuat sekalipun bisa kehilangan pengaruhnya," katanya seperti dilansir Bloomberg.
Sepak Terjang Indroyono Soesilo
Dilansir dari situs resmi Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS), pria kelahiran Bandung, 27 Maret 1955 itu pernah menjabat sebagai Menko Kemaritiman pada Kabinet Kerja Joko Widodo-Jufu Kalla.
Indroyono menjabat sebagai Menko Kemaritiman hanya selama satu tahun saja, 2014-2015 sebelum akhirnya diganti oleh Rizal Ramli. Kemudian, pos jabatan itu diteruskan oleh Luhut Binsar Pandjaitan hingga akhir dari 10 tahun pemerintahan Jokowi pada 2024 lalu.
Dari segi pendidikan, Indroyono meraih gelar Sarjana Teknik Geoogi di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1978, Master of Science-Remote Sensing dari University of Michigan-USA pada 1981, serta Doctor of Philosophy (PhD) Geologic Remote Sensing dari University of Iowa, AS, 1987.
Sebelum menjabat Menko Kemaritiman, Indroyono pernah melanglang buana di beberapa lembaga negara sejak 1993. Contohnya, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta menjadi Sekretaris Kemenko Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Setelah melepas jabatan Menko Kemaritiman, dia pernah menjabat sebagai penasihat Menteri Pariwisata, sebagai tenaga ahli di Lemhannas hingga Badan Nasional Penanggulangan Bencana, serta committew reviewer di LPDP.
Tidak hanya jabatan di dalam negeri, Indroyono pernah merasakan jabatan di organisasi internasional seperti Director, Fisheries and Aquaculture Resources, United Nations Food & Agriculture Organization (UN-FAO) Rome-Italia, 2012-2014, serta Utusan Khusus Menteri Perhubungan ke International Civil Aviation Organization (ICAO).
Indroyono juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan di antaranya Bintang Mahaputera Pratama RI (2009) serta Bintang Jasa Utama RI (1999).