Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Veto Resolusi Gencatan Senjata Gaza Dewan Keamanan PBB, Gagal Tercapai Lagi

Resolusi gencatan senjata dan akses bantuan di Gaza, Palestina kembali gagal karena veto Amerika Serikat, padahal 14 negara lain mendukung resolusi PBB itu.
Sesi khusus darurat Majelis Umum PBB mengenai agresi militer Israel ke Palestina, di markas besar PBB di New York, Amerika Serikat pada Jumat (27/10/2023). / Reuters-Mike Segar
Sesi khusus darurat Majelis Umum PBB mengenai agresi militer Israel ke Palestina, di markas besar PBB di New York, Amerika Serikat pada Jumat (27/10/2023). / Reuters-Mike Segar

Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat (AS) memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata antara Israel dan militan Hamas di Gaza dan akses bantuan tanpa hambatan di seluruh wilayah kantong yang dilanda perang itu.

Melansir Reuters pada Kamis (5/6/2025), sebanyak 14 negara lain di dewan tersebut mendukung rancangan tersebut karena krisis kemanusiaan mencengkeram wilayah kantong yang dihuni lebih dari 2 juta orang itu, di mana kelaparan mengancam dan bantuan hanya mengalir masuk sejak Israel mencabut blokade selama 11 minggu bulan lalu.

"Amerika Serikat telah menegaskan: Kami tidak akan mendukung tindakan apa pun yang gagal mengutuk Hamas dan tidak menyerukan Hamas untuk melucuti senjata dan meninggalkan Gaza," kata Penjabat Duta Besar AS untuk PBB Dorothy Shea kepada dewan sebelum pemungutan suara. 

AS juga beralasan bahwa hal itu juga akan merusak upaya yang dipimpin AS untuk menjadi penengah gencatan senjata. Washington adalah sekutu dan pemasok senjata terbesar Israel.

Pemungutan suara Dewan Keamanan dilakukan saat Israel terus maju dengan serangan di Gaza setelah mengakhiri gencatan senjata dua bulan pada Maret 2025. Otoritas kesehatan Gaza mengatakan serangan Israel menewaskan 45 orang pada Rabu (4/6/2025), sementara Israel mengatakan seorang tentara tewas dalam pertempuran.

Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward mengkritik keputusan pemerintah Israel untuk memperluas operasi militernya di Gaza dan sangat membatasi bantuan kemanusiaan sebagai tidak dapat dibenarkan, tidak proporsional, dan kontraproduktif.

Israel telah menolak seruan untuk gencatan senjata tanpa syarat atau permanen, dengan mengatakan Hamas tidak dapat tinggal di Gaza. 

Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon juga telah merespons kepada anggota dewan yang memberikan suara mendukung rancangan tersebut. 

"Anda memilih peredaan dan penyerahan. Anda memilih jalan yang tidak mengarah pada perdamaian. Hanya menuju lebih banyak teror," ujarnya.

Hamas mengecam veto AS, yang menggambarkannya sebagai kebutaan pemerintah AS terhadap Israel. Rancangan resolusi Dewan Keamanan juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera yang ditahan oleh Hamas dan pihak lain.

Serangan militer Israel ke Palestina telah berlangsung puluhan tahun dan semakin tereskalasi pada Oktober 2023, setelah militan Hamas melakukan serangan ke wilayah Israel.

Israel merespons tindakan Hamas dengan operasi militer yang telah menewaskan lebih dari 54.000 warga Palestina, yang banyak di antaranya adalah warga sipil, anak-anak, dan perempuan, menurut otoritas kesehatan Gaza.

Otoritas Gaza mengatakan warga sipil menanggung beban serangan dan ribuan mayat lainnya hilang di bawah reruntuhan.

Di bawah tekanan global, Israel mengizinkan pengiriman terbatas yang dipimpin PBB untuk dilanjutkan pada 19 Mei 2025. Seminggu kemudian sistem distribusi bantuan baru yang kontroversial diluncurkan oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza, yang didukung oleh AS dan Israel.

Israel telah lama menuduh Hamas mencuri bantuan, yang dibantah kelompok itu. Israel dan AS mendesak PBB untuk bekerja melalui GHF, yang menggunakan perusahaan keamanan dan logistik swasta AS untuk mengangkut bantuan ke Gaza untuk didistribusikan di lokasi distribusi yang aman.

"Tidak seorang pun ingin melihat warga sipil Palestina di Gaza kelaparan atau kehausan," kata Shea kepada Dewan Keamanan.

Dia juga menambahkan bahwa rancangan resolusi tersebut tidak mengakui kekurangan yang sangat parah dari metode pengiriman bantuan sebelumnya.

PBB dan kelompok bantuan internasional telah menolak untuk bekerja sama dengan GHF karena mereka mengatakan GHF tidak netral, memiliterisasi bantuan, dan memaksa pengungsian warga Palestina. 

Tidak ada bantuan yang didistribusikan oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza yang didukung AS pada Rabu karena mendesak militer Israel untuk meningkatkan keselamatan sipil di luar perimeter dari apa yang disebut lokasi distribusi aman setelah insiden mematikan pada hari Selasa.

GHF mengatakan pihaknya telah meminta militer Israel untuk mengarahkan lalu lintas pejalan kaki dengan cara yang meminimalkan risiko kebingungan atau eskalasi di dekat posisi militer, memberikan panduan sipil yang lebih jelas, dan meningkatkan pelatihan prajurit tentang keselamatan sipil.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper