Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hamas Ragukan Gencatan Senjata dengan Israel, Meski Trump Optimistis

pimpinan pejabat di internal Hamas telah merespons proposal gencatan senjata terhadap serangan militer Israel di Gaza.
Tentara Israel beroperasi selama operasi darat di Jalur Gaza selatan, di tengah konflik Israel-Hamas. REUTERS/Amir Cohen
Tentara Israel beroperasi selama operasi darat di Jalur Gaza selatan, di tengah konflik Israel-Hamas. REUTERS/Amir Cohen

Bisnis.com, JAKARTA -- Kelompok Hamas meragukan proposal gencatan senjata dengan militer Israel yang didukung oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump. 

Dilansir dari Al-Jazeera, Sabtu (31/5/2025), pimpinan pejabat di internal Hamas telah merespons proposal gencatan senjata terhadap serangan militer Israel di Gaza. Namun, proposal itu dinilai tidak menjamin berakhirnya perang sejak akhir 2023 lalu. 

Pejabat Hamas, Basem Naim kepada Al-Jazeera menyebut bahwa pihaknya masih merespons positif proposal yang telah diajukan Utusan Khusus AS untuk Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Steve Witkoff. 

Kendati demikian, kelompok dari pihak Palestina itu mengatakan bahwa proposal yang diajukan utusan khusus AS tersebut berbeda dengan yang telah disepakati kedua belah pihak sepekan sebelumnya. 

"Satu pekan yang lalu, kami bersepakat dengan Tuan Witkoff untuk satu proposal, dan kami mengatakan, 'Ini dapat diterima, kami bisa mempertimbangkan ini di atas kertas negosiasi," ujar Basem kepada Al-Jazeera, dikutip Bisnis, Minggu (1/6/2025). 

Kemudian, lanjut Basem, Steve justru menyambangi pihak Israel untuk mendapatkan respons mereka atas proposal yang sudah dibicarakan. Ketimbang merespons atas yang diusulkan Hamas, utusan Trump itu justru membawakan proposal baru yang sama sekali tidak disepakati sebelumnya. 

"Dia pergi ke pihak Israel, untuk mendapatkan respons mereka. Ketimbang mendapatkan respons atas usulan kami, dia [Steve] justru membawakan kami proposal baru, yang sama sekali tidak disepakati sebelumnya," ujar Basem. 

Pada keterangan yang diterbitkan sehari sebelumnya, Sabtu (30/5/2025), kelompok Hamas telah merespons proposal dari Steve Witkoff. Mereka menyebut proposal yang dibawa itu bertujuan untuk mencapai gencatan senjata permanen, kepergian tentara Israel sepenuhnya dari Jalur Gaza, serta memastikan masuknya bantuan.

Sebagai bagian dari kesepakatan itu, Hamas lalu menjanjikan pembebasan tambahan 10 orang tahanan dari Israel serta 18 jenazah, untuk tahanan dari Palestina dengan jumlah yang disepakati. 

Meski demikian, Steve menilai respons Hamas terhadap proposalnya itu 'sepenuhnya tidak bisa diterima'. 

"Hamas harus menerima usulan kerangka kerja yang kami ajukan sebagai dasar untuk perundingan jarak dekat, yang dapat segera kami mulai minggu depan," katanya melalui unggahan di media sosial. 

"Itulah satu-satunya cara agar kita dapat menutup kesepakatan gencatan senjata selama 60 hari dalam beberapa hari mendatang, di mana setengah dari sandera yang masih hidup dan setengah dari mereka yang telah meninggal akan pulang ke keluarga mereka, dan di mana kita dapat melakukan perundingan substantif dengan itikad baik dalam perundingan jarak dekat untuk mencoba mencapai gencatan senjata permanen," paparnya.

Hampir 11.000 kilometer dari Jalur Gaza, Presiden AS Donald Trump mengeklaim Israel dan Hamas akan segera menyepakati proposal gencatan senjata yang didukung oleh Negeri Paman Sam itu. Dia menjanjikan bakal mengumumkan hasilnya di antar 31 Mei dan 1 Juni 2025. 

"Mereka sangat mendekati kesepakatan atas Gaza, kami akan mengabari anda tentang itu hari ini atau besok," ujarnya pada konferensi pers di Gedung Putih AS, Washington DC, dikutip dari YouTube Gedung Putih, Minggu (1/6/2025). 

Adapun dikutip Reuters, otoritas kesehatan Palestina menyebut serangan militer lewat jalur darat dan udara di Gaza telah menewaskan lebih dari 50.000 orang Palestina. Hampir sepertiganya berumur di bawah 18 tahun. 

Sementara itu, selama sekitar dua bulan gencatan senjata dari Israel yang ditandai dengan melandainya serangan selama 18 bulan terakhir, negara tersebut melanjutkan serangannya dan menewaskan tambahan 700 orang. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper