Bisnis.com, JAKARTA — Komisi XIII DPR mendorong pemerintah agar terus menggencarkan diplomasi yang tegas atau imperatif untuk membawa pulang buron kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP Paulus Tannos.
Dorongan tersebut disampaikan Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya dalam rangka menyikapi Paulus Tannos yang disebut masih enggan menyerahkan diri ke penegak hukum untuk diekstradisi ke Indonesia secara sukarela.
“Tidak ada urusan berkenan atau tidak berkenan dari Tannos. Pemerintah perlu mempertimbangkan menggunakan diplomasi yang lebih imperatif kepada pemerintah Singapura. Hal ini untuk menunjukkan betapa besar kerusakan yang telah dibuat Tannos di Indonesia,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang dikutip Senin (2/6/2025).
Menurut legislator NasDem ini, Indonesia memiliki modal kuat untuk menggencarkan diplomasi imperatif. Pasalnya, Indonesia adalah negara yang sudah lama membangun kerja sama dengan Singapura dalam berbagai bidang.
Selain itu, menurutnya juga perjanjian ekstradisi Paulus Tannos yang telah disepakati bersama antara Indonesia dan Singapura jelas bisa menjadi kerangka untuk diplomasi imperatif. Bahkan, Indonesia dan Singapura sama-sama meletakkan korupsi sebagai kejahatan yang serius (double criminality).
“Kita juga punya kerjasama keamanan kawasan di mana Indonesia berupaya serius mencegah potensi bahaya yang singgah di sini dan menyasar Singapura. Ini semua bisa jadi ajuan pertimbangan diplomasi kita,” jelasnya.
Baca Juga
Tak sampai di situ, Willy juga berpandangan diplomasi imperatif sangat diperlukan karena Tannos terus berupaya lari dari tanggung jawabnya.
Diplomasi yang dimaksudnya ini bisa dilakukan dengan menyampaikan nota diplomatik yang memberi penjelasan keseriusan kerusakan yang telah dilakukan Tannos.
“Kita tinggal perlu menegaskan betapa penting dan mendesaknya pertanggungjawaban Tannos di Indonesia kepada pemerintah dan aparat hukum Singapura. Ini perlu sinergis pemerintah, DPR, dan pihak-pihak terkait lainnya,” tegasnya.
Paulus Tannos Ogah Balik ke RI
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Hukum (Kemenkum) menyebut pemerintah Indonesia telah secara resmi menyampaikan permohonan ekstradisi Paulus Tannos ke Otoritas di Singapura pada 20 Februari 2025 secara jalur diplomatik.
Kemudian, permintaan dokumen tambahan seperti affidavit tambahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penegak hukum yang menangani kasus Tannos, juga sudah diserahkan sejak 23 April 2025.
Saat ini, salah satu tersangka pada pengembangan kasus e-KTP itu masih dalam tahanan dan belum secara sukarela untuk menyerahkan diri kepada pemerintah Indonesia.
"Proses hukum di Singapura masih berjalan, dan posisi PT saat ini belum bersedia diserahkan secara sukarela," ujar Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkum Widodo kepada wartawan, Senin (2/6/2025).
Oleh sebab itu, buron KPK dengan nama asli Thian Po Tjhin itu telah melakukan gugatan untuk penangguhan penahanan ke Pengadilan Singapura.