Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) turut mendakwa Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto ikut memberikan uang suap kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Dakwaan itu merupakan dakwaan kedua yang dibacakan oleh JPU KPK pada sidang perdana Hasto, Jumat (14/3/2025).
Berdasarkan dakwaan yang dibacakan, Hasto disebut dalam kurun waktu Juni 2019 sampai dengan Januari 2020, atau sekitar 2019-2020, di beberapa lokasi memberikan suap kepada anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. Uang suap itu diberikan bersama-sama dengan tiga kader PDIP yaitu Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri serta Harun Masiku.
Uang suap itu berjumlah SGD57.350 serta Rp600 juta. Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun Masiku.
Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesars setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum, kendati suaranya merupakan terbesar ketiga.
Oleh sebab itu, Hasto disebut meminta Donny Tri dan Saeful Bahri agar mengupayakan lolosnya Harun sebagai anggota DPR 2019-2024.
Baca Juga
"Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku," demikian bunyi dakwaan jaksa.
Upaya-upaya yang dilakukan Hasto untuk meloloskan Harun meliputi mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) atas Peraturan KPU. Gugatan itu dikabulkan MA, dan KPU diminta mematuhi putusan MA.
Isinya, bahwa perolehan suara anggota legislatif yang meninggal dunia pada Pemilu Legislaitf DPR/DPRD dengan perolehan suara terbanyak seharusnya menjadi kewenangan atau diskresi pimpinan partai politik. Kemudian, suara Nazarudin harus dilimpahkan ke Harun sebagaimana keputusan partai.
Meski demikian, KPU saat itu menyatakan tidak bisa melaksanakan putusan MA itu karena dianggap menyalahi aturan UU.
Upaya lain yang ditempuh Hasto selain gugatan ke MA dan bertemu dengan Wahyu, yakni meminta fatwa ke MA atas perbedaan pendapat antara PDIP dan KPU. Dia juga disebut meminta bantuan Agustina Tio Fridelina, mantan anggota Bawaslu yang juga kader PDIP, untuk membantu pengurusan tersebut dengan Wahyu.
Adapun, Hasto disebut menitipkan uang sebesar Rp400 juta kepada staf DPP PDIP Kusnadi untuk diserahkan ke Donny Tri di kantor pimpinan pusat partai. Uang itu dibungkus dalam amplop cokelat, dan disimpan dalam tas warna hitam.
"Dengan mengatakan 'Mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional 400 juta ke Pak Saeful, yang Rp600 juta HARUN MASIKU'," demikian bunyi surat dakwaan.
Atas dakwaan tersebut, Hasto diancam pidana sebagaimana diatur pada pasal 5 ayat (1) Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, pada dakwaan pertama, Hasto disebut melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku.
Politisi asal Yogyakarta itu didakwa melakukan perbuatan selama kurun waktu Desember 2019 sampai dengan Juni 2024, atau sekitar 2019 hingga 2024, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, yakni dengan sengaja mencegah, merintangi dan mengagalkan secara langsung arau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada pengadilan terhadap terdakwa, tersangka atau saksi perkara korupsi.
"Yaitu dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah merintangi atay menggagalkan secara langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku," tutur JPU.
Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.
"Dan memerintahkan Kusnadi [staf Hasto, red] untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK," terang jaksa.
Dengan demikian, perbuatan Hasto diancam pidana pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur pada pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Untuk diketahui, KPK resmi menahan Hasto pada 20 Februari 2025 lalu. Dia ditetapkan sebagai tersangka suap bersama dengan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah. Hasto pun dijerat dengan pasal tambahan yakni perintangan penyidikan.
Kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 itu sudah berjalan sejak 2020, di mana KPK menetapkan empat orang tersangka yakni Anggota KPU Wahyu Setiawan, Anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, serta kader PDIP Saeful Bahri dan Harun Masiku.
Hanya Harun Masiku yang belum diadili karena masih dalam pelarian sebagai buron.