Bisnis.com, JAKARTA — Ahli hukum menilai permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Harmas Jalasveva tidak kuat dan tidak memenuhi ketentuan hukum.
Diketahui, saat ini sidang PKPU antara PT Harmas Jalesveva (Harmas) dan PT. BUKALAPAK.COM Tbk (BUKA) tengah berjalan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam sidang yang berlangsung pada 12 Februari 2025, agenda utama adalah mendengarkan keterangan ahli dari kedua belah pihak.
BUKA menghadirkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof. Hadi Shubhan sebagai ahli. Berdasarkan keterangannya, permohonan PKPU yang diajukan oleh Harmas tidak memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Salah satu poin utama yang disampaikan adalah kewajiban bagi pemohon PKPU untuk menghadirkan kreditur lain dalam persidangan.
Dalam proses ini, Harmas tidak mampu membuktikan adanya kreditur lain yang sah, sehingga memperjelas bahwa permohonan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Selain itu, ahli juga menegaskan bahwa permohonan PKPU Harmas sebenarnya tidak dapat dilanjutkan, mengingat dasar gugatan Utang Harmas di proses PKPU mendasarkan pada kasus yang sedang dalam proses Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh BUKA ke Mahkamah Agung. Jika proses PKPU tetap berlanjut, maka prinsip pembuktian sederhana yang menjadi syarat utama dalam pengajuan PKPU menjadi tidak terpenuhi.
Baca Juga
Sebelumnya, sengketa bermula dari kesepakatan penyewaan 12 lantai Gedung One Belpark antara BUKA dan Harmas pada 2017. BUKA telah membayarkan uang muka sebesar Rp6,46 miliar untuk penyewaan gedung tersebut. Namun, Harmas tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam menyerahkan gedung yang telah disepakati karena mengalami kendala operasional.
Meskipun menghadapi proses hukum ini, BUKA memastikan bahwa operasional perusahaan tetap berjalan normal dan kondisi keuangan tetap dalam keadaan sehat.
Perusahaan berkomitmen untuk terus memantau perkembangan proses hukum ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.