Bisnis.com, JAKARTA — Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) menyampaikan sekitar delapan poin krusial yang seharusnya masuk dalam substansi pembahasan pembaruan KUHAP.
Adapun, delapan poin ini disampaikan mereka kepada Ketua Komisi III DPR RI dan Kepala Badan Keahlian Setjen DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025).
Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan menyampaikan hal pertama adalah berkenaan peneguhan kembali prinsip due process of law, penguatan dan penjaminan HAM serta sistem check and balances.
“Kemudian yang kedua kami juga menilai perlu ada mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang memadai terkait dengan upaya paksa mulai dari penetapan tersangka, penahanan, penangkapan, penyitaan dan penggeledahan,” lanjutnya.
Menurutnya, hal tersebut rawan sekali untuk disalahgunakan oleh aparat penegakan hukum.
Maka dari itu, dia berharap ada mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang jelas dalam KUHAP.
Baca Juga
Yang ketiga, lanjutnya, penting untuk menguatkan hak-hak tersangka yang selama ini kerap kali dinihilkan atau tak diakui dalam pelaksanaan penegakan di bidang hukum pidana.
“Kemudian yang keempat terkait dengan mekanisme penyelesaian sengketa atau perkara di luar persidangan yang hingga saat ini belum ada penyelarasan,” tutur Fadhil.
Dilanjutkan Fadhil, poin kelima adalah perlunya perbaikan pengaturan mengenai upaya paksa seperti banding kasasi peninjauan kembali atau kasasi demi kepentingan hukum.
Berikutnya, dia menyebut dalam KUHAP semestinya perlu ada mekanisme komplain atau keberatan ketika masyarakat yang berhadapan dengan hukum, mengalami pelanggaran hukum acara atau pelanggaran HAM.
“Karena kami pandang selama ini pra-peradilan belum menjadi wadah kontrol yang jelas gitu ya dan memberikan atau berorientasi pada keadilan,” ucapnya.
Sementara itu poin terakhir Fadhil menyampaikan pihaknya menilai perlu adanya penguatan dan perbaikan penjaminan hak-hak korban, termasuk yang bersifat prosedural.
Dari delapan poin yang dijelaskannya, pihaknya berharap substansi-substansi tersebut dapat dibahas dengan berorientasi pada perbaikan fundamental, terkait sistem peradilan pidana.
“Kemudian upaya pembaruan KUHAP bagi kami tidak akan membawa manfaat apapun bagi masyarakat, apabila dirumuskan tanpa ada partisipasi publik secara bermakna atau meaningful participation,” pungkasnya.